Maklumatnews.com. Jakarta – Ketua MPR Bambang Soesatyo mengungkapkan, wacana mengakomodasi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amendemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah ditutup.
Meski demikian, upaya untuk tetap mengakomodasi PPHN akan tetap dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan. Hal itu sebagaimana usulan Badan Pengkajian MPR yamg disepakati dalam rapat gabungan antara pimpinan MPR, pimpinan fraksi dan kelompok DPD pada awal bulan ini.
“Dalam rapat pimpinan MPR bersama Pimpinan Badan Pengkajian pada 7 Juli 2022, disepakati agar mengupayakan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan. Ini adalah terobosan baru yang dilakukan oleh Badan Pengkajian,” kata Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Dilansir Kompas.com, Bamsoet menyatakan, Badan Pengkajian MPR sejauh ini telah merampungkan tugasnya untuk melakukan kajian dan menghasilkan rancangan PPHN dan kajian bentuk hukum.
Dari hasil kajian bentuk hukum yang dilakukan, ada ruang di dalam Pasal 100 ayat 2 Tata Tertib MPR bahwa Ketetapan MPR dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan.
Guna merealisasikannya, diperlukan pembentukan panitia ad hoc untuk melaksanakannya. Ketentuan pembentukan panitia itu diatur dalam Pasal 34 Tata Tertib MPR. Dalam pasal itu disebutkan “Panitia Ad Hoc merupakan alat kelengkapan MPR yang dibentuk oleh MPR dalam Sidang Paripurna MPR untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperlukan.”
Di sisi lain, Bamsoet mengatakan, gagasan akomodasi PPHN ini juga telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo pada 14 Juli lalu.
Kepada Jokowi, ia juga menyampaikan bahwa idealnya akomodasi PPHN ditetapkan dalam ketetapan MPR melalui amendemen terbatas UUD 1945. “Namun melihat dinamika politik maka perubahan terbatas UUD itu sulit untuk direalisasikan. Presiden Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada MPR,” ucapnya. (Sumber Kompas.com)
Subtansi PPHN
Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengungkapkan, substansi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) disusun oleh MPR RI melalui Badan Pengkajian MPR RI dengan menggunakan paradigma Pancasila dan konstitusi UUD NRI Tahun 1945 sebagai kerangka operasional dalam pembangunan tiga ranah kehidupan bangsa. Pertama, pembangunan karakter dan kualitas Manusia yang meliputi mental ideologi, agama, budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta komunikasi dan informasi.
Kedua, pembangunan kelembagaan sosial-politik dan tata kelola pemerintahan yang meliputi politik dalam negeri, politik luar negeri, hukum, reformasi birokrasi dan kelembagaan, serta pertahanan dan keamanan. Ketiga, pembangunan ekonomi dan kesejahteraan yang meliputi pembangunan ekonomi, kependudukan, kesehatan dan lingkungan hidup.
“Ketiga ranah tersebut saling terkait dan berinter-relasi satu sama lain. Apabila diibaratkan sebagai pohon, maka pembangunan karakter dan kualitas manusia adalah akarnya yang menjadi fondasi dan memberi energi ke ranah lainnya. Pembangunan kelembagaan sosial-politik dan tata kelola pemerintahan ibarat batang yang menjadi inti dari sebuah pohon, serta pembangunan ekonomi dan kesejahteraan ibarat bunga dan buah yang memberikan manfaat bagi kehidupan,” ujar Bamsoet usai memimpin Rapat Pimpinan MPR RI bersama Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI, di Jakarta.
Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI antara lain Ahmad Basarah, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarief Hasan, Hidayat Nur Wahid, dan Arsul Sani. Sementara Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI yang hadir antara lain Ketua Djarot Saiful Hidayat, dan para Wakil Ketua Agun Gunandjar Sudarsa, Benny Harman, Tifatul Sembiring, dan Tamsil Linrung. Hadir pula anggota Badan Pengkajian MPR RI Rieke Diah Pitaloka.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dengan adanya PPHN, maka calon Presiden dan calon Wakil Presiden, calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati/Walikota dan calon Wakil Bupati/Walikota, tidak perlu menetapkan visi dan misi masing-masing. Melainkan seluruhnya menetapkan visi dan misi yang sama, yaitu visi dan misi bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Konstitusi.
“Mereka hanya tinggal membuat program kerja untuk mewujudkan visi dan misi bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Konstitusi, yakni visi terwujudnya negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Serta misi melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sehingga antara program pembangunan pusat dan daerah, atau antara satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan penggantinya, bisa tetap berjalan berkesinambungan,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, keberadaan PPHN juga membuat program pembangunan jangka menengah nasional lima tahun dirinci dalam rencana kerja tahunan yang memuat anggaran pendapatan dan belanja negara yang ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden, dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
“Tidak hanya Presiden dan Wakil Presiden, MPR RI, DPR RI, DPD RI, MA, MK, BPK, KY, dan juga bank sentral nantinya juga berkewajiban melaksanakan PPHN sesuai dengan fungsi, wewenang, dan tugasnya masing-masing sebagaimana telah diatur dalam konstitusi. Sehingga, antar lembaga tinggi negara juga terjadi harmonisasi dan saling keterpaduan dalam mewujudkan visi dan misi bangsa sebagaimana termaktub dalam pembukaan konstitusi,” pungkas Bamsoet, seperti dilansir mpr.go.id. (*)
Editor: Bangun Lubis