KELUARGA

Nikah Siri

MAKLUMATNEWS.com — Hari-hari ini, Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) tiba-tiba menjadi buah bibir masyarakat di daerah ini, pertama adalah seputar kasus dugaan korupsi proyek pertanian SERASI (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani) yang membuat jajaran kejaksaan melakukan penggedahan ke pihak-pihak terkait dan berita ini sangat menampar Kabupaten Banyuasin yang merupakan lumbung beras Sumsel dan Nasional, kemudian yang kedua adalah pemberitaan seorang ibu melaporkan AS yang merupakan Bupati Banyuasin, karena menikahi seorang perempuan tanpa seizinnya karena ibu tersebut–dalam pengakuannya– adalah istri AS. Ternyata antara AS dan ibu tersebut memang benar melakukan pernikahan namun nikah siri. Nah, apa itu Nikah Siri?     

Istilah “nikah siri” sebenarnya tidak kami dapati dalam kitab-kitab fikih, sependek penelusuran kami. Namun ini adalah istilah yang muncul di tengah masyarakat.

Siri dari kata sirriy (سِرّي) artinya tersembunyi. Nikah siri artinya nikah secara sembunyi-sembunyi.

Jika melihat pada pemahaman masyarakat tentang makna nikah siri, kita dapati ada tiga model nikah siri:

Model 1: Nikah diam-diam tanpa wali atau saksi, atau kawin lari

Model pernikahan seperti ini tidak sah. Berdasarkan hadits dari Imran bin Al Hushain radhiallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

لا نكاحَ إلا بولِيٍّ و شاهِدَيْ عَدْلٍ

“Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi” (HR. Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 7557).

Dan juga hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

أيُّما امرأةٍ نَكَحَت بغيرِ إذنِ مَواليها ، فنِكاحُها باطلٌ ، ثلاثَ مرَّاتٍ فإن دخلَ بِها فالمَهْرُ لَها بما أصابَ منها ، فإن تشاجَروا فالسُّلطانُ وليُّ مَن لا وليَّ لَهُ

“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, batal, batal. Ketika suami sudah menggauli istrinya, maka mahar sudah wajib diberikan kepada istrinya atas keperawanan yang telah diberikannya. Jika ada perselisihan tentang siapa walinya, maka sulthan (pemerintah) adalah wali bagi orang yang tidak punya wali” (HR. Abu Daud no. 2083, Ibnu Majah no. 1536, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

BACA JUGA  Kalau Merasa Yakin Allah Itu Dekat, Maka Berdo’alah

Model 2: Nikah dengan wali dan saksi, namun tidak dicatat KUA

Pernikahan seperti ini sah namun berdosa jika bersengaja tidak mencatatkan diri ke KUA, karena tidak taat kepada ulil amri.

Karena ulil amri mewajibkan setiap pernikahan untuk dicatat KUA, dan ini perkara ma’ruf (baik). Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu” (QS. An Nisa: 59).

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ia bersabda:

من أطاعني فقد أطاع الله ومن يعصني فقد عصى الله ومن يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني

“Barang siapa yang mentaati aku sungguh ia telah mentaati Allah, dan barang siapa yang durhaka padaku sungguh ia telah mendurhakai Allah, barang siapa yang taat pada pemimpin sungguh ia telah taat padaku, dan barang siapa yang durhaka pada pemimpin sungguh ia telah durhaka padaku” (HR. Muslim no. 1835).

Model 3: Nikah dengan wali dan saksi, dan dicatat KUA, namun tidak mengadakan walimatul ‘urs

Pernikahan seperti ini sah, namun ada khilaf (perbedaan) tentang hukum walimatul urs:

1. Pendapat pertama: wajib. Ini pendapat Zhahiriyyah, salah satu pendapat Malikiyyah, salah satu pendapat Syafi’iyyah, salah satu pendapat Imam Ahmad.

2. Pendapat kedua: mustahab (sunnah). Jika bersengaja tidak mengadakannya atau meminta untuk dirahasiakan, hukumnya makruh. Ini pendapat jumhur ulama dari empat madzhab (Syafi’iyyah, Hanabilah, Malikiyah dan Hanafiyah).

Wallahu a’lam, pendapat pertama memiliki landasan dalil yang lebih kuat. Dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:

BACA JUGA  Viral, Ustadzah Taslimah Meninggal Dunia Saat Pimpin Baca Alquran

أنَّ رسولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رأى على عبدِ الرَّحمنِ بنِ عوفٍ أثرَ صفرةٍ فقالَ: ما هذا ؟. فقالَ: إنِّي تزوَّجتُ امرأةً على وزنِ نواةٍ من ذَهبٍ . فقالَ: بارَكَ اللَّهُ لَكَ أولم ولو بشاةٍ

“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam melihat pada pakaian Abdurrahman bin Auf ada bekas minyak wangi. Nabi bertanya: ‘ada apa ini Abdurrahman?’ Abdurrahman menjawab: saya baru menikahi seorang wanita dengan mahar berupa emas seberat biji kurma. Nabi bersabda: ‘baarakallahu laka (semoga Allah memberkahimu), kalau begitu adakanlah walimah walaupun dengan seekor kambing’” (HR. Tirmidzi no. 1094, An Nasa-i no. 3372, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Dan juga hadits Abdullah bin Zubair radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

أَعلِنوا النِّكاحَ

“Umumkanlah pernikahan!” (HR. Ahmad no. 16175, dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.1072).

Dalam hadits-hadits di atas, digunakan perintah. Dan hukum asal perintah adalah menghasilkan hukum wajib.

Pendapat ini dikuatkan oleh Ash Shan’ani, Asy Syaukani dan Al Albani rahimahumullah.

Sehingga orang yang menikah namun tidak mengadakan walimatul urs walaupun sederhana, maka ia berdosa. Kecuali jika ada udzur. Karena kewajiban itu tergantung kemampuan.

Dari tiga model nikah siri di atas, semuanya bermasalah. Oleh karena itu kita nasehatkan agar tidak melakukan nikah siri. Nikah wajib ada wali dan saksi, dicatat oleh KUA dan adakanlah walimatul urs walaupun sederhana.

Semoga Allah Ta’ala memberi taufik. (Naskah ini ditulis oleh Yulian Purnama dengan Referensi Muslimah.or.id)

Editor : Aspani Yasland 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button