MOZAIK ISLAM

Ahli Ibadah yang Bangkrut, Kisah Sedih Abu bin Hasyim

MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Dalam mengatur hubungan manusia, Allah SWT memberikan tiga hubungan manusia yaitu Habluminallah (huhungan manusia dengan Allah) Habluminannaf (Hubungan manusia dengan diri pribadi) dan Habluminannas (Hubungan manusia dengan manusia).

Dalam Kajian Online Cemara, Jumat (18/11) Ustadzah Nys Rafika menjelaskan pertama adalah Habluminallah (hubungan manusia dengan allah).

Ini menyangkut ibadah pribadi manusia kepada Allah yaitu penghambaan murni antara hamba dengan sang rabb nya seperti shalat, puasa, zakat, umroh, haji dan masih banyak ibadah lainnya yang di tetapkan oleh hukum syariat.

Kedua adalah Habluminannaf (Hubungan manusia dengan diri sendiri). Ibadah area ini adalah ibadah yang memperhatikan area diri pribadi. Contohnya seperti makanan dan pakaian.

Hal ini haruslah sesuai dengan standar syariat, seperti makanan harus memperhatikan kehalalannya, keharamannya dan kethayyibannya.

Juga sama halnya dengan pakaian harus diperhatikan batasan aurat baik laki-laki maupun perempuan.

Ketiga adalah Habluminannas (Hubungan manusia dengan manusia). Kita sebagai manusia selalu menjaga hubungan baik dengan sesama makhluk ciptaan Allah.

Namun konsep utamanya adalah tetap dengan syariat Allah SWT.

Habluminannas inilah nanti yang akan banyak mencegah ibadah mahdhah kita untuk dapat diterima oleh Allah SWT.

Ia menceritakan kisah ahli ibadah yang bangkrut yaitu Abu bin Hasyim yang merupakan sosok seorang rajin beribadah dan shalat tahajud.

Pada suatu malam saat akan mengambil wudhu, ia sangat terkejut dengan sosok makhluk yang duduk di bibir sumurnya sambil memegang kitab.

Beliau menegur dan bertanya, “Wahai hamba Allah, siapakah Engkau?”

Sambil tersenyum, makhluk itu berkata; “Aku Malaikat utusan Allah”.

Abu Bin Hasyim terkejut tapi sekaligus bangga karena telah didatangi oleh malaikat yang mulia.

Apalagi di saat akan melakukan ibadah malamnya.

Beliau lalu bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”

Malaikat itu menjawab, “Aku disuruh mencari hamba-hamba pencinta Allah.”

Malaikat itu memegang sebuah kitab tebal di tangannya.

Syeikh Abu bin Hasyim pun bertanya; “Wahai Malaikat, buku apakah yang engkau bawa?”

Malaikat menjawab; “Buku ini memuat nama-nama hamba-yang masuk dalam daftar pencinta Allah.”

Mendengar jawaban malaikat itu, Abu bin Hasyim berharap dalam hati kiranya namanya ada dalam daftar nama-nama yang dicatat sebagai pencinta Allah itu.

Maka ditanyalah kepada malaikat.

“Wahai Malaikat, adakah namaku di situ ?”

Abu bin Hasyim sangat yakin jika namanya ada di dalam buku itu.

Tentu karena amalan ibadahnya yang selama ini tidak putus-putus dalam mengerjakan shalat tahajud setiap malam, berdo’a dan juga bermunajat kepada Allah SWT di sepertiga malam, setiap hari.

“Baiklah, aku carikan namanya,” kata malaikat sambil membuka kitab besarnya.

Dan, ternyata sang malaikat itu tidak menemukan nama Abu bin Hasyim dalam buku tersebut.

Merasa tidak percaya, Abu bin Hasyim meminta malaikat mencari namanya sekali lagi.

“Betul… namamu tidak ada dalam buku ini!” kata malaikat.

Abu bin Hasyim pun gementar, sedih bercampur takut, dan jatuh tersungkur di depan malaikat, menangis sekerasnya.

“Rugi sekali diriku yang selalu tegak berdiri di setiap malam dalam tahajud dan munajat, tetapi namaku tidak masuk dalam golongan para hamba pencinta Allah,” ratapnya.

Melihat itu, malaikat berkata, “Wahai Abu bin Hasyim! Bukan aku tidak tahu engkau bangun setiap malam ketika yang lain tidur.

Engkau mengambil air wudhu dan menahan dinginnya malam ketika orang lain terlelap dalam kehangatan buaian malam.

Tapi tanganku dilarang Allah menuliskan namamu.”

“Apakah gerangan penyebab sehingga engkau dilarang oleh Allah menuliskan namaku?” tanya Abu bin Hasyim.

Malaikat kemudian menatapnya dan berkata: “Engkau memang bermunajat kepada Allah, tapi engkau pamerkan dengan rasa bangga ke mana-mana.

Dirimu asyik beribadah memikirkan diri sendiri. Sedangkan di kanan kirimu ada orang sakit, ada orang lapar, ada orang sedang sedih, tidak engkau tengok dan perhatikan.

Mereka itu mungkin ibumu, mungkin adikmu, mungkin sahabatmu. Atau mungkin juga cuma saudara seagama denganmu, bahkan mungkin cuma sekadar saudara sesama manusia, dan tetanggamu.

Tapi kenapa engkau tak peduli pada mereka? kenapa?

Bagaimana mungkin engkau dapat menjadi hamba pencinta Allah jika engkau tidak pernah peduli dan mencintai hamba-hamba yang Allah ciptakan?”

Demikian malaikat menyampaikan kepada Abu bin Hasyim, seolah menasehati atas kelalaian yang selama ini dilakukannya.

Mendegar itu, Abu bin Hasyim seperti disambar petir di siang hari.

Dia tersadar kini jika ibadah manusia tidaklah sekedar kepada Allah semata (hablumminAllah), tetapi juga kepada sesama manusia (hablumminannas), bahkan juga kepada alam.

Berdasarkan kisah ini kita sebagai umat ciptaan Allah belajar bahwa Allah menciptakan kita manusia agar saling menjaga silahturahmi, menjaga sikap, saling menjaga lisan, saling berbagi dengan sesama manusia dan makhluk ciptaan Allah.

Dalam menjaga sikap dan lisan dengan baik terhadap sesama usahakanlah mengucapkan kata-kata yang baik agar tidak menyakiti sesama.

“Jangan sampai nanti di akhirat semua pahala yang telah dikerjakan selama di dunia ini nanti tidak dapat kita nikmati di akhirat kelak hanya karena sikap dan lisan kita yang menyakiti oranglain.

 

Reporter : Tri Jumartini

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button