Menguak Gangster India (4) : Thuggee, Gangster Paling Awal dan Tertua di Dunia
Target tak menduga akan dicekik dengan saputangan atau dijerat dengan tali. Cepat dan tenang. Tidak menyisakan darah dan tanpa menggunakan senjata khusus …
MAKLUMATNEWS.com, India — Sedikit kita menoleh ke belakang …
Pada abad 13-19 M di India terdapat kelompok pembunuh profesional dan terorganisir yang disebut Thuggee
Dalam bahasa Sansekerta, Thuggee berasal dari bahasa sangsekerta ‘sthaga’ yang artinnya licik atau curang dan sthagati yang artinya menyembunyikan.
Thuggee juga dipercaya sebagai kelompok mafia tertua di dunia.
Thuggee beranggotakan para penganut fanatik yang melakukan pembunuhan sebagai ritual pemujaan kepada dewa Hindu bernama Kali.
Anggota Thuggees dikenal juga dengan nama preman, yaitu kata yang digunakan Inggris selama pendudukan Inggris di India.
Operasi yang mereka lakukan berjalan senyap, biasanya dilakukan malam hari. Pelancong yang ditargetkan tidak menduga jika dirinya akan dicekik dengan saputangan atau dijerat sampai tewas.
Semuanya dilakukan dengan cepat dan tenang, tidak meninggalkan darah dan tidak memerlukan senjata khusus.
Setelah tewas, mereka akan merampok korban dan mengubur mereka dengan hati-hati. Mereka bekerja dalam tim dan kordinasi yang rapih, baik selama pendekatan dan penyusupan sampai tahap eksekusi.
Setiap anggota kelompok memiliki tugas masing-masing seperti pengintai, pemikat wisatawan atau peran pembunuh.
Sekte
Menurut Guinness Book of Records, Thuggees bertanggung jawab atas sekitar dua juta kematian. Namun perkiraan tersebut bersifat relatif karena tidak ada sumber yang dapat diandalkan untuk mengkonfirmasi kapan praktek ini dimulai.
Kemunculan Thuggees sebagai kelompok terorganisir yang berbeda dengan pencuri atau bukan pembunuh biasa termuat dalam catatan tertua tahun 1356 yang ditulis Ziya’-ud-Din Barani tentang Fīrūz Shāh.
Ziya’-ud-Din Barani adalah muslim India dan sejarawan yang menulis sejarah India. Dia pejabat tinggi yang tinggal di istana Sultan Muhammad Tughlak selama tujuh belas tahun.
Tarikh Fīrūzshāhī ini, ditulis pada tahun 1357, berisi sejarah para Sultan Delhi dari tahun Islam 662 (1263) hingga 758 (1357).
Asal usul para preman ini berasal dari tujuh suku Muslim. Namun pengaruh Hindu dominan mendasari dalam motivasi tindakan mereka. Para anggota Thugee menyembah Dewi Kali yang menguasai kehancuran dan pembaruan.
Alasan itu menjadi dasar tindakan Thuggee sebagai upaya membantu Dewi Kali untuk menjaga keseimbangan dunia antara kebaikan dan kejahatan.
Terbukti bahwa semua pembunuh Thuggee dimotivasi oleh takhayul dan ritual umum yang menyebabkan Thugge dicap sebagai sekte.
Ramasi
Persaudaraan di antara mereka memiliki simbol atau tanda tersendiri yang disebut ramasi. Tanda-tanda tersebut akan dikenali oleh setiap anggota di manapun berada bahkan sampai pelosok terjauh India.
Mereka juga terikat oleh seperangkat aturan, seperti larangan mencuri dan membunuh tanpa melakukan ritual terlebih dahulu.
Para brahmana tidak boleh dibunuh karena kemurniannya, para wanita tidak dibunuh karena dianggap sebagai penjelmaan Kali dan orang sakit yang dibunuh dianggap pengorbanan yang tidak layak.
Keanggotaan dalam persaudaraan Thuggees berlangsung turun temurun. Diwariskan dari ayah ke anak. Mereka dilatih dengan seorang guru, mirip dengan magang agar bisa direkrut.
Terkadang anak-anak dari pengembara yang terbunuh dipersiapkan untuk menjadi preman, karena kehadiran anak-anak akan membantu menghilangkan kecurigaan.
Bisa Ditekan
Tradisi pembuhanThuggee akhirnya dapat ditekan oleh penguasa Inggris di India tahun 1836 – 1848 setelah implementasi undang-undang Thuggee dan Dacoity Suppression Acts.
Undang-undang tersebut berisi tindakan hukum yang disahkan di British India di bawah kekuasaan East India Company.
Tindakan itu melarang praktik ritual pembunuhan, mutilasi dan perampokan yang terjadi di India Utara dan Tengah. Undang-undang itu juga melarang dacoity, istilah bandit atau penjahat yang lazim digunakan di India. Dan bagi yang melanggar akan diganjar hukuman seumur hidup dengan kerja keras.
Sejumlah strategi diimplementasikan untuk membantu keberhasilan undang-undang tersebut, di antaranya pemberian insentif bagi anggota geng yang menyerahkan rekan-rekan mereka dan menyebarkan informasi secara luas tentang perilaku Thuggee, untuk memperingatkan pelancong dan masyarakat umum.
Akhirnya, setelah sekitar enam abad kekacauan terjadi di seluruh India, kehidupan Thuggee berakhir.
Namun hari ini, reputasi atas nama mereka banyak digunakan di seluruh dunia untuk merujuk pada penjahat muda yang agresif dan kejam.
Ciri Utama
Salah satu ciri utama dari kaum Thuggees ketika sedang melakukan operasi kejahatannya adalah menggabungkan diri dengan iring-iringan pedagang yang melintasi wilayah kekuasaan mereka.
Sebuah iring-iringan biasanya dilakukan ketika sekelompok pedagang pergi dari satu kota ke kota lain melalui jalur darat dengan menggunakan kereta kuda, dan juga gerobak dagangan mereka.
Kegiatan para pedagang tersebut lazim dilakukan pada zaman dahulu, mengingat sangat terbatasnya sarana trasportasi yang ada.
Perjalanan-perjalanan yang mereka lakukan biasanya memerlukan waktu hingga berbulan-bulan, melewati wilayah-wilayah terpencil.
Terkadang para pelancong itu mendapat serangan dari bandit-bandit yang berkeliaran di sekitar wilayah yang mereka lewati.
Berbeda dengan bandit pada umumnya, kaum Thuggees tidak melakukan sergapan secara langsung.
Mereka justru lebih memilih untuk berbaur terlebih dahulu.
Para bandit kaum Thuggees menyamar sebagai sesama pedagang, dan akan melakukan perjalanan bersama-sama selama beberapa waktu.
Hingga akhirnya pada suatu malam melalui sebuah ritual, mereka mencekik para pedagang menggunakan sehelai syal berwarna oranye.
Pada abad ke-17, Inggris mendarat di India dengan tujuan untuk mengeksplorasi kekayaan sumber daya alam di seluruh wilayah India.
Inggris berharap bisa mengendalikan sumber daya alam di sana dan menjalankan pemerintahan.
Seorang anggota militer Inggris, bernama William Henry Sleeman datang bersama pasukan Inggris dengan maksud mencari keberadaan kaum Thuggees.
Sleeman sangat terpesona dengan kisah-kisah kelompok pembunuh misterius ini, dan mempelajari sebanyak mungkin mengenai kaum Thuggees. .
Awalnya pemerintah Inggris tidak mempercayai keberadaan kelompok bandit seperti kaum Thuggees di India. .
Namun Sleeman tetap percaya dan mengabdikan dirinya untuk memberantas bandit-bandit itu dari tanah India.
William Henry Sleeman menjadi kepala pasukan pencarian kaum Thuggees dan mendapat gelar General Superintendent.
Setelah bertahun-tahun melakukan penelitian akan keberadaan kaum Thuggees, akhirnya Sleeman dan pasukannya dapat menemukan kelompok bandit itu dan menjatuhi hukuman kepada setiap anggotanya.
Jaringan Bawah Tanah
Banyak rahasia dari kelompok Thuggees yang terungkap, seperti aksi pembunuhan dan kejahatan umum, serta yang sangat menarik adalah jaringan bawah tanah kaum Thuggees yang menanamkan rasa takut kepada seluruh masyarakat India.
Sebenarnya masyarakat tahu akan kaum Thuggees, namun mereka memilih untuk menutup mulut demi keselamatan mereka sendiri.
Kaum Thuggees akhirnya berhasil didesak ke luar India, dan banyak pula yang diadili oleh pemerintah, hingga akhirnya kelompok itu dianggap telah hilang.
Penggambaran kaum Thuggees pernah diabadikan melalui sebuah film klasik tahun 1939, berjudul “Gunga Din”.
Dalam film itu, kaum Thuggees digambarkan sebagai kelompok fanatic yang gila dan gemar membunuh.
Bahkan mereka senang mencambuki masyarakat sambil meneriakkan “Bunuh demi kasih Kali! Bunuh demi kesenangan membunuh!” secara sadis.
Sumber tulisan :
Jernih.co
Nationalgeographic.grid.id
M.kumparan.com