Kajian Pendaftaran Kasus Kotak Kosong
MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Membaca berita di harian lokal berjudul ‘Berkas Pendaftaran HBA -Henny Dikembalikan.’
HBA-Henny pasangan calon kepala daerah Kabupaten Empat Lawang Sumatera Selatan, setelah masa perpanjangan dibuka.
Karena saat penutupan secara normal tanggal 29 Agustus 24 sampai saat itu hanya ada satu pasangan calon yang artinya yang bersangkutan akan melawan KOTAK KOSONG.
Melihat situasi demikian sesuai dengan kebijakan KPU RI demi mekanisme demokrasi berjalan dengan sehat: masa perpanjangan di buka 3 hari.
Mendaftarkan pasangan HBA-HENNY dan diterima oleh KPU Kabupaten Empat Lawang, ternyata dikembalikan ( seharusnya saat pendaftaran awal itu sudah diverifikasi).Tentu akibat nya menimbulkan seribu penafsiran masyarakat.
KPU Kabupaten Empat Lawang melalui ketua nya menjelaskan bahwa sesuai dengan UU Pilkada dengan turunan PKPU nomor 8 tahun 2024, KPU Kabupaten Empat Lawang mengutip pasal 100 ayat 1, 2, 3 bahwa parpol yang sudah mengusung pasangan calonnya itu tidak bisa menarik kembali.
Menarik untuk dikaji, dengan pertanyaan apakah pasal yang disebutkan di atas oleh ketua KPU Kabupaten Empat Lawang itu berlaku untuk kasus normal artinya tidak ada calon tunggal ( kotak kosong).
Karena di dalam penjelasan pasal pasal itu ada kekosongan hukum yaitu tidak mengatur situasi kondisi up normal, ( kotak kosong). – itu yang tidak di sampaikan nya, sehingga perlu kebijakan.
Dan itu sudah ada kebijakan KPU RI bahwa jika partai politik yang telah mendaftar bakal pasangan calon kepala daerah dapat mencabut dukungan nya dan mengalihkan kepadatan pasangan lain selama di daerah itu hanya ada satu bakal pasangan calon atau calon tunggal (artinya kondisi darurat – satu pasangan).
Di sinilah sebenarnya perlu penafsiran dengan menggunakan metoda argumentum a Contrario.
Dan lebih cantik kalau dikonsultasikan juga dengan KPU Pusat. Sehingga tidak ada pertanyaan pertanyaan masyarakat.
Karena setiap partai pendukung mempunyai independensi menentukan sikap apalagi dalam kondisi darurat seperti hanya ada satu pasangan calon peserta pilkada.
Maka secara logis yuridis tak mungkin harus melalui kesepakatan dulu dengan partai lainnya.
Oleh : Albar Sentosa Subari, Pengamat Politik dan Hukum