OPINI

Pemerintahan Marga dari Masa ke Masa

Oleh Albar Sentosa Subari, Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan

MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Tulisan ini merupakan bagian kecil dari kutipan artikel yang berjudul Pemerintahan Terendah di Era Otonomi ( tinjauan filosofis, sosiologis dan Peraturan Perundangan undangan, yang pernah diterbitkan dan terhimpun dalam buku proseding dari Institut Seni Malaysia Melaka ( biro Sosio budaya Dunia Melayu Dunia Islam) bertajuk Kepemimpinan Adat Melayu Serumpun, penyelenggara Abdul Latiff Abu Bakar halaman 139-149).

Pemerintahan Marga dapat dibagi sekurang kurang nya ke dalam tiga periode :

a. Periode sebelum datangnya pemerintahan kolonial

b. Periode pada zaman pemerintahan kolonial

c. Periode kemerdekaan.

 

– Pemerintahan Marga sebelum kolonial

Van Royen yang dikutip dalam buku Prof. Amrah Muslimin SH, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, membagi perkembangan marga dalam beberapa tahap.

Tahap pertama adalah tahap peninggalan sejarah dari orang kubu yang hidupnya mengembara dengan mata pencaharian sebagai pemburu dan mencari hasil hutan.

Tahap kedua menimbulkan sekelompok manusia yang bermukim disebut dusun, yang berasal dari satu phuyang.

Tahap ketiga, setiap rumpun tadi menghuni satu wilayah.

BACA JUGA  Bermain Lato-lato Dibolehkan Selama tidak Melahirkan Mudharat

Tahap keempat pada tahap ini mulai berkembang, sehingga memerlukan wilayah baru. Namun hubungan masih belum terputus.

Tahap kelima, membentuk wilayah yang terdiri dari beberapa rumpun.

Selanjutnya Van Royen mengatakan bahwa perkataan ” Marga” untuk pertama kali ditemukan di dalam piagam piagam kesultanan Palembang.

Sedangkan para sarjana Barat tidak pernah menggunakan istilah marga tapi dipakai adalah istilah asli masyarakat di sana seperti istilah petulai, sumbai, kebaikan, atau suku.

– Marga di era kolonial

Pada tahun 1851 Belanda berhasil mengubah daerah Pemerintahan kesultanan menjadi bentuk kerajaan yang berpusat pada pemerintahan Belanda.

Van Royen pernah menulis, menurut nya dusun yang ditetapkan sebagai masyarakat hukum terendah.

Atas dasar nasihat Van Royen dan JL.M. Swaab pada tahun 1919, masyarakat hukum adat yang merupakan kesatuan pemerintahan terendah yang berdasarkan hukum adat adalah MARGA bukan DUSUN.

– Marga di era kemerdekaan

Berawal dari UU no 5 tahun 1979 marga dihapus. Penjelasan umum UU ini menyeragamkan bentuk dan susunan pemerintahan desa secara nasional.

Sebagai tindak lanjut dari UU no 5 tahun 79 tersebut di Sumatera Selatan berdasarkan surat keputusan Gubernur nomor 142/KPTS/III/ 1983 tanggal 24 Maret 1983 menghapuskan sistem pemerintahan terendah yaitu marga.

BACA JUGA  Kemandirian tidak Sama dengan Kesendirian

Namun makna marga sebagai kesatuan masyarakat hukum adat tetap diakui keberadaanya sebagai mana diatur dalam butir tiga surat keputusan Gubernur Sumatera Selatan tersebut.

Sebagai dasar normatif surat keputusan itu selain UU no 5 tahun 79 juga berdasarkan UU no 5 tahun 74 Jo Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 11 tahun 1983.

Yang selanjutnya masyarakat hukum adat tersebut di istilahkan dengan Lembaga Adat. Yang kemudian akan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang akan berlaku.

Terakhir kita mengenal UU tentang DESA. Yang menyebutkan adanya Desa adat di samping Desa Dinas, atau dengan nama lain misalnya di Sumsel, menurut penulis, istilah nya Desa ( Marga).

Misalnya desa adat marga penanggiran, desa adat Semendawai suku satu dan lain sebagainya sesuai dengan nama nama kesatuan masyarakat hukum adat yang pernah ada di masa sebelum mendapatkan pengaruh dari kesultanan dan kolonial.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button