Delik Adat dalam KUHPIDANA Nasional

MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Kitab Undang Undang Hukum Pidana Nasional hasil karya putra putri Indonesia baru saja disahkan. Dikatakan Nasional karena dilihat dari sisi bentuk dan subtansi.
Dari sisi bentuk karena dihasilkan oleh lembaga yang berwenang yaitu Karya lembaga eksekutif legislatif bangsa Indonesia sendiri.
Dari sisi subtansi tentu nilai nilai yang terkandung didalamnya adalah nilai nilai budaya dan adat istiadat Nusantara yang berdasarkan Pancasila, sebagai suatu sistem filsafat. Walaupun efektif nya akan berlaku tiga tahun kemudian.
Sedangkan istilah Delik Adat pertama kali kita temukan dalam bukunya Prof. Dr. R. Soepomo, SH, legislator penyusunan Undang-undang Dasar 1945 dan penjelasan nya, di dalam buku beliau berjudul Bab Bab Hukum Adat.
Disini seperti ada gabungan kata Delik dari konsep hukum barat dengan istilah adat.
Terlepas dari maknanya, ada beberapa penulis menggunakan istilah lain seperti Prof H. Hilman Hadikusuma, SH guru besar fakultas hukum universitas Lampung juga teman penulis di studi hukum adat dan Islam fakultas hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, menggunakan istilah PIDANA ADAT dalam bukunya Hukum Pidana Adat
Walaupun sebenarnya dalam masyarakat hukum adat tidak dikenal pembagian pidana dan perdata, karena di dalam proses penyelesaian adatnya yang disebut perdamaian adat tergabung dalam satu kesepakatan seperti diambil oper dalam penyelesaian Restoratif Justice dewasa ini.
Masuknya konsep Delik adat, dimana pada pasal nya menggunakan istilah hukum tidak tertulis atau hukum yang hidup dalam masyarakat, pada saat pembahasan di sidang sidang pada lembaga legislatif menjadi pasal yang termasuk dalam 14 masalah krusial.
Namun akhirnya disepakati untuk dimasukkan dalam kitab undang undang hukum pidana nasional, walaupun masih sifatnya pelengkap. Yaitu diberlakukan bila tidak terdapat pengaturan dalam hukum pidana tertulis.
Kenapa sampai begitu panjang debat nya, tidak lain dikarenakan adanya asas legalitas dalam WvS diterjemahkan oleh pribadi dengan KUHPidana misalnya oleh Susilo, Mulyatno dan lain sebagainya.
Asas legalitas dalam WvS itu memang sifatnya tertutup, artinya tidak ada hukum di luar undang undang ini akibat kuatnya Mazhab Legisten waktu itu yang terkenal dengan sebutan Hukum sama dengan Undang Undang. Tugas hakim hanya sebagai corong undang undang.
Sehingga interpretasi atau penafsiran dilarang, padahal interpretasi adalah jantung hukum, kata Prof. Dr. H. Kaelan, MD.
Karena perubahan zaman asas tersebut sudah ketinggalan. Lahir lah konsep yang ditawarkan oleh Prof Dr. Muladi, SH Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Semarang.
Prof Muladi menyampaikan suatu pemikiran bahwa sudah saatnya untuk merubah pola pikir tentang asas legalitas di atas dengan perubahan yang dimaknai sebagai LEGALITAS TERBUKA.
Alhamdulillah akhirnya konsep beliau tersebut disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dalam sidang paripurna pengesahan KUHPIDANA Nasional.
Dalam tulisan kali ini penulis menggunakan istilah Delik adat.
Membahas Pidana Adat atau Delik adat, pernah disampaikan oleh Mantan Kapolri Jenderal Drs. Moch. Hasan, putra daerah Sumatera Selatan, dalam makalahnya berjudul Pidana Adat, saat simposium tentang Kedudukan Lembaga Adat setelah berlakunya Undang-undang nomor 5 tahun 1979, kerja sama Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya dengan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Selatan, sebelum keluar nya Peraturan Daerah nomor 12 tahun 1988.
Apa yang dimaksud dengan Delik adat ataupun Pidana Adat adalah suatu serangan seorang atau sekelompok orang terhadap orang atau sekelompok orang yang mengakibatkan kerugian baik material maupun non material, dimana yang bersangkutan wajib mengganti kerugian tersebut. Dengan jalan musyawarah mufakat itulah yang disebut dengan Perdamaian Adat.
Perdamaian adat tujuan nya untuk mengembalikan keseimbangan yang telah terganggu akibat perbuatan melawan hukum adat.
Di dalam buku kompilasi adat istiadat yang disusun Dewan Pembina Adat Sumatera Selatan yang waktu itu diketuai Alimin SH, mantan gubernur Bengkulu, dan walikota Palembang, menggunakan istilah Pelanggaran adat. Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH dengan istilah Penyimpangan adat.
Sekarang sedang ngetren dengan Restoratif Justice yang digunakan secara praktek di lembaga kepolisian maupun kejaksaan Republik Indonesia
Terlepas dari semua istilah di atas maka dapat disimpulkan bahwa inti nya Delik adat, Pidana Adat adalah suatu nilai dasar wawasan kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila atau suatu cita hukum dalam Pembukaan UUD NKRI 1945, yang harus kita jaga demi Negara Kesatuan Republik Indonesia. (*)
Delik Adat Dalam KUHPIDANA Nasional
Oleh : Albar Sentosa Subari, Dosen dan Ketua Pembina Adat Sumsel