Menguak Gangster India (7) : Ketika 33 Butir Peluru Bersarang di Tubuh Indira Gandhi

Wanita besi itu akhirnya tewas secara mengenaskan. Sebanyak 33 peluru bersarang di tubuhnya. Pelakunya adalah pengawalnya sendiri …
MAKLUMATNEWS.com, India — Rakyat India terkejut dan sangat berduka setelah Indira Gandhi, wanita tangguh yang menjabat Perdana Menteri India, tewas dibunuh oleh dua pengawalnya sendiri, 31 Oktober 1984.

Sehari sebelum ajal menjemput, tepatnya pada 30 Oktober 1984, seperti telah meramalkan nasibnya sendiri, dia berpidato dan berbicara tentang kemungkinan akhir hidupnya yang kejam.
“Tidak ada yang tahu berapa banyak percobaan telah dilakukan untuk menembak saya. Saya tidak peduli apakah saya hidup atau mati.
Saya telah hidup lama dan saya bangga bahwa saya menghabiskan seluruh hidup saya untuk melayani rakyat saya,” katanya kala itu.
Hari itu adalah hari yang sibuk bagi sang “Wanita Besi”. Pada malam harinya, Indira Gandhi kembali ke New Delhi dan entah mengapa dia tidak bisa tidur nyenyak di ranjangnya.
Indira Gandhi terjaga sampai pukul 04.00 keesokan paginya lalu beranjak dari ranjangnya untuk mencari obat asma. Hari itu sebenarnya akan menjadi hari yang sibuk bagi Indira Gandhi.
Paginya, dia dijadwalkan syuting pembuatan film dokumenter yang dibuat Peter Alexander Ustinov. Setelah itu, Indira Gandhi akan bertemu James Callaghan, mantan perdana menteri Inggris. Malam harinya, dia akan menjamu Putri Anne, putri tunggal Ratu Elizabeth II dari Inggris.

Jalan Kaki Terakhir
Menu sarapan Indira Gandhi pada 31 Oktober 1984 pagi adalah roti panggang, jus jeruk, telur, dan beberapa sereal. Setelah menyantap makanan itu, dia siap untuk wawancara dengan Peter Ustinov pukul 7.30 pagi.
Dokter pribadi Indira Gandhi, KP Mathur, sampai di kediamannya di Jalan 1 Safdarjung. Mathur memang rutin memeriksa kesehatan Indira Gandhi setiap pagi.
Peter Ustinov rupanya juga sudah menunggu Indira Gandhi di Kantor Perdana Menteri India, dekat dengan kediamannya.
Pukul 09.10, Indira Gandhi meninggalkan kediamannya menuju Kantor Perdana Menteri India dengan berjalan kaki. Dia di dampingi oleh petugas polisi Narayan Singh, petugas keamanan pribadi Rameshwar Dayal, dan sekretaris pribadi RK Dhawan.
Setibanya di pintu gerbang Kantor Perdana Menteri India, Indira Gandhi berbincang dengan Dhawan. Sementara Narayan Singh memegang payung hitam untuk melindunginya dari matahari.
Tiba-tiba, salah satu pengawal, Beant Singh, menembakkan pistolnya ke arah Indira Gandhi. Peluru itu mengenai perut sang Wanita Besi.
Beant Singh menembakkan dua peluru lagi ke dada Indira Gandhi. Pengawal lain, Satwant Singh, berdiri di dekat Indira Gandhi sambil memegang karabinnya.
Beant Singh berteriak padanya untuk menembak Indira Gandhi. Satwant Singh lantas menembakkan 25 peluru dari karabinnya di mana sebagian besar peluru itu menembus tubuh Indira Gandhi. Dayal juga terkena peluru dan jatuh.
Dhawan dan seorang petugas polisi, Dinesh Bhatt, lantas memasukkan Indira Gandhi ke mobil. Sekretaris politik Indira Gandhi, Makhanlal Fotedar, juga ada di sana.
Mereka semua membawa Indira Gandhi ke Rumah Sakit AIIMS, yang belum diberitahu tentang insiden itu dan sehingga rumah sakit itu belum melakukan persiapan untuk menghadapi keadaan darurat semacam tersebut.
Indira Gandhi tiba di AIIMS pukul 09.32. Butuh beberapa waktu sebelum semuanya dapat dilakukan dan dokter memulai prosedur mereka.
Indira Gandhi telah ditembak lebih dari 25 kali tetapi hatinya masih utuh. Dokter mencoba menangani Indira Gandhi selama hampir lima jam dan memberikan 80 kantong darah.
Namun, upaya tersebut tidak berhasil dan sang Wanita Besi itu mengembuskan napas terakhirnya pukul 14:23.
Informasi tentang kematian Indira Gandhi dirahasiakan selama berjam-jam sebelum akhirnya BBC Radio menyiarkan kematiannya.

Balas Dendam
Pada tanggal ini 35 tahun lalu, pelaku pembunuhan Perdana Menteri India Indira Gandhi bernama Satwant Singh dan Kehar Singh dieksekusi mati di penjara Tihal, New Delhi, India.
Pembunuhan Indira Gandhi berlatar belakang balas dendam. Pada 1 Juni 1984, Indira menyetujui pengiriman militer untuk mengepung Golden Temple di Amritsar, negara bagian Punjab. Kuil itu merupakan tempat ibadah kaum Sikh yang paling disucikan.
Persetujuan pengepungan itu berdasarkan laporan intelijen yang menyebut peningkatan aktivitas gerakan Khalistan. Tiga pimpinan gerakan itu, Balbier Singh Sandhu, Sabheg Singh, dan Amrik Singh, melakukan enam kali perjalanan ke Pakistan selama 1981-1983.
Khalistan merupakan sebuah gerakan separatis Sikh yang ingin mendirikan negara Khalistan di Punjab.
Laporan intelijen juga menyebut ada latihan bersenjata kelompok tersebut di Jammu, Kashmir, dan Himachal Pradesh, yang berbatasan dengan Punjab.
Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB), biro intelijen Soviet, juga memasok informasi kepada badan intelijen luar negeri India Research and Analysis Wing (R&AW) bahwa CIA dan Inter Service Intelligence (ISI) Pakistan bekerja sama dalam merencanakan operasi di Punjab dengan nama Gibraltar.

Anak Jawaharlal Nehru
R&AW dalam penyelidikannya juga memberi informasi bahwa Pakistan menempatkan 1.000 prajurit terlatih dari Special Service Group ke Punjab, India.
“… untuk membantu rahib Bhindranwale dalam pertarungannya melawan pemerintah India,” tulis Hein Kiessling dalam buku Faith, Unity, Discipline: The Inter Service Intelligence (ISI) of Pakistan yang diterbitkan Oxford University.
Rahib Jarnail Singh Bhindranwale merupakan pimpinan agama komunitas Sikh sekaligus pemimpin kelompok militan yang ingin mendirikan sebuah negara Sikh lepas dari India. Bhindranwale menjadikan kuil suci itu sebagai markas kegiatannya.
Berhari-hari pengepungan berlangsung, negosiasi menemui jalan buntu. Operasi ‘Blue Star’ pun dijalankan. Kontak senjata mulai meletus pada 5 Juni. Kaum militan ini tidak begitu saja menyerah. Perlawanan berlangsung sampai 8 Juni.
Setelah Golden Temple dikuasai, militer India melakukan operasi pembersihan di seluruh Punjab, yang disebut Operasi Woodrose.
Total jumlah korban tewas sebanyak 700 tentara serta 5.000 pemberontak Sikh dan warga sipil dalam dua operasi militer itu.
Dua operasi militer yang disetujui Indira Gandhi itu menimbulkan kemarahan kaum keturunan Sikh. Termasuk Satwant Singh dan Kehar Singh.
Satwant bukan orang jauh Indira. Dia adalah pengawal pribadi anak perdana menteri pertama India, Jawaharlal Nehru.

Pembunuhan Berencana
Satwant bersama kawannya, Beant Singh, yang juga pengawal Indira, merancang sebuah pembunuhan.
Pada 31 Oktober 1984 pagi, saat itu Indira sedang bersiap untuk sebuah wawancara untuk sebuah film dokumenter. Tanpa curiga sedikit pun, Indira melintas berjalan kaki di pintu gerbang kediamannya.
Satwant dan Beant yang berjaga di gerbang menembaknya dengan pistol dan senapan mesin. Sebanyak 33 peluru bersarang di tubuh Perdana Menteri India ketiga itu. Beant tewas dibunuh pengawal Indira yang lain.
Sedangkan Kehar ditahan setelah polisi menginterogasi Satwant, yang dibiarkan hidup. Keduanya akhirnya dijatuhi hukuman gantung.
Pembunuhan atas Indira meletupkan balas dendam yang lain. Kekerasan anti-Sikh berlangsung di India. Menurut The Telegraph, yang terburuk terjadi di Delhi, yakni 3.000 orang Sikh tewas.
Sumber :
Kompas.com
Detik.com