
MAKLUMATNEWS.com Palembang —— Kalau kita menuju ke Jakabaring melalui jalan Amri Yahya ( seniman-pelukis), maka kita akan melihat sebuah kompleks yang disebut orang dengan ” Dekranasda”.
Di sana berdiri anjungan dari rumah rumah adat dengan motif dan tipe sesuai adat istiadat kabupaten dan kota yang ada di provinsi Sumatera Selatan.
Mulanya komplek ini terinspirasi seperti Taman Mini Indonesia Indah ( TMII) yang ada di Jakarta Timur dibata semasa kepemimpinan presiden Republik Indonesia bapak Soeharto – Ibu Tien Soeharto.
Kembali ke kompleks Dekranasda Jakabaring, kalau kita menelusuri – memasuki arena nya yang berwisata ataupun kegiatan lain,: ada terkesan kurang terawat di sana sini banyak tumbuh rumput rumput liar. Belum lagi beberapa anjungan Rumah Adat ada yang sudah perlu di renovasi karena terdapat kerusakan kerusakan di sana sini.
Tentu ini pertanyaan kepada siapa kita bertanya dan siapa yang bertanggung jawab.
Terlepas dari kondisi tersebut. Penulis sebagai pengamat sosial budaya, yang juga ketua Pembina Adat Sumatera Selatan pada masanya dan sekarang sebagai Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan , setelah melihat ke belakang ada beberapa solusi agar komplek tersebut bisa menjadi menarik baik dari segi peruntukan maupun keindahan nya.
Teringat saya cerita di saat pemerintahan marga di mana seorang pemimpin MARGA – di sebut PASIRAH kala ini, ketika mereka bepergian ke Palembang ( sebut saja masa kesultanan Palembang atau masa pemerintahan kolonial Belanda), baik karena urusan pribadi apalagi urusan kepemerintahan ” marga”, dimana akan menghadap atau dipanggil atasan di pusat pemerintahan ( Palembang); mereka ( Pasirah) akan menginap dan lain sebagainya di rumah adat, kala itu disebut RUMAH MARGA yang berada di kota Palembang. Yang salah satu lokasi nya di daerah kawasan Talang Semut.
Dari cerita cerita di atas penulis terinspirasi melihat satu sisi dari fungsi kompleks tersebut.
Bagaimana kalau anjungan anjungan berbentuk Rumah Adat tersebut dijadikan seperti Rumah Marga.
Kalau dulu Pasirah , sekarang Bupati – Walikota yang mempunyai Rumah adat di Dekranasda, kalau mengadakan perjalanan dinas dapat tinggal atau singgah menempati rumah adat kepunyaan masing masing kabupaten kota.
Dengan cara demikian bisa diharapkan rumah rumah adat tersebut dapat terpelihara dan tersusun rapi indah untuk dijadikan lokasi wisata lokal maupun internasional. Karena kalau ada kunjungan kunjungan Bupati walikota yang akan singgah ( nginep) di sana akan ter anggar kan di dalam anggaran daerah.
Tentu ini harus adanya kesepakatan bersama serta keinginan bersama dari kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten kota.
Sebagai aktivis pencinta budaya Sumatera Selatan, rasanya malu dan iri kita dengan provinsi provinsi terdekat sebut saja misalnya provinsi Jambi, Riau , Lampung, Sumatera Barat dan yang lainnya. Di mana mereka sudah mempunyai icon RUMAH ADAT, tempat pusat kegiatan adat budaya.
Kepulauan Riau tanggal 4 Agustus 2024, baru saja meresmikan Balai Adat yang berlokasi di pinggir pantai yang di depan nya pelabuhan penyeberangan Batam – Bintan. Saat itu penulis hadir diundang sebagai Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan.
Kita Sumatera Selatan sejak berdirinya Lembaga Adat tahun 1988 sampai sekarang belum memiliki tempat permanen yang menjadi icon RUMAH ADAT SUMATERA SELATAN.
Sudah sekian kalinya berganti kepala daerah maupun kepala dinas terkait belum terpikir sama sekali. Termasuk juga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Selatan. Khusus komisi yang membidangi kebudayaan??.
Mudah mudahan masalah ini menjadi program Perkumpulan Bakti Persada Masyarakat Sumatera Selatan untuk di sampaikan kepada Gubernur.
Bupati/ Walikota untuk berpikir memajukan budaya kearifan lokal yang beraneka ragam bentuk dan rupanya masing masing mempunyai nilai nilai keaslian.
Kita hanya bangga menyebut ” Palembang Ulu Melayu” namun dalam perkembangannya sangat jauh tertinggal dengan kebudayaan dari istiadat etnis Melayu yang lain ( kalau Palembang mengklaim ulu Melayu, jauh tertinggal dari ” Ilir Melayu – istilah penulis).
Kita hanya kagum cerita cerita kebesaran jaman Sriwijaya, jaman kesultanan namun nyatanya hanya berbentuk cerita mungkin juga legenda – dongeng.
Sebagai pemerhati sosial budaya sekali lagi mengharapkan agar pemerintah provinsi bersama sama pemerintah daerah kabupaten kota dapat saling bekerja sama menjadi kompleks Dekranasda yang memiliki beberapa anjungan Rumah Adat, dijadikan oleh masing masing kabupaten sebagai RUMAH SINGGAH ( dulu jaman sebelum merdeka disebut Rumah Marga) sekarang sesuai dengan istilah bapak Herman Deru saat melantik Pengurus Pembina Adat Sumatera Selatan periode 2019-2024 dengan istilah PASIRAH ADAT.



