Cap Go Meh di Pulau Kemaro (2) : Tradisi Potong Kambing Hitam, Bentuk Rasa Syukur dan Penghormatan kepada Leluhur

MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Ada tradisi unik di perayaan Cap Go Meh. Tradisi potong kambing jantan hitam, namanya.
Tokoh Budayawan Tionghoa Palembang, Tjik.Harun mengatakan, tradisi menyembelih kambing hitam ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu.

Tradisi ini, kata dia, menjadi ciri khas dalam perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro.
“Tiap daerah itu punya ciri khasnya masing-masing. Nah, di Palembang ya menyembelih kambing jantan hitam,” katanya.
Mengapa memilih kambing jantan hitam, menurut Tjik Harun, berdasarkan permintaan leluhur dan sudah dijalankan dari turun temurun.
Selain itu, leluhur Siti Fatimah yang disemayamkan di Pulau Kemaro sendiri merupakan muslim, sehingga untuk menghormatinya dipilihlah kambing yang dianggap halal bagi umat muslim.
Proses penyembelihan kambing jantan hitam itu sendiri dilakukan di depan altar leluhur Siti Fatimah dan tepat pada pukul 00.00 WIB.
“Jadi sebagai tanda penghomatan kepada leluhur, dan rasa terima kasih kita karena di tahun sebelumnya sudah diberkahi serta dimudahkan rezeki,” kata Tjik Harun.
Dia menambahkan, tidak semua kambing berwarna hitam disembelih.
Tapi khusus pemotongan pertama kali harus lah yang jantan dan seluruhnya berwarna hitam.
“Nah daging kambing yang disembelih tersebut nantinya akan dibagikan untuk umat, tidak boleh dikomersilkan,” katanya.
Meski demikian, Tjik Harun membantah jika ada bagian-bagian tubuh dari kambing yang disembelih tersebut dipergunakan untuk hal-hal tertentu.
Misalnya cerita soal darah kambing yang dipergunakan untuk ritual kesuksesan dalam bisnis atau sebagainya.
“Kami tentu tidak memperkenankan hal-hal semacam itu. Tapi kalau pun ada dipastikan itu adalah perbuatan oknum,” katanya.
Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Sumsel, Kurmin Halim menambahkan, penyembelihan kambing hitam saat puncak perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro lebih kepada tradisi untuk menghormati leluhur.
Terkait mengenai adanya penggunaan bagian-bagian dari kambing untuk sesuatu, itu lebih kepada sugesti dari masing-masing orang.
“Jadi tidak ada kewajiban. Hanya saja yang tidak boleh itu kalau potongan dari kambing tersebut dikomersilkan,” katanya.

Puncak Ritual
Di Palembang, puncak ritual Cap Go Meh dilaksanakan di Pulau Kemaro yang merupakan sebuah delta di Sungai Musi, sekitar 5 km sebelah hilir Jembatan Ampera.
Di pulau ini terdapat sebuah Klenteng Hok Tjing Rio. Tepat pukul 00.00 WIB, nyala kembang api berpijaran menghiasi langit di atas Pulau Kemaro, diiringi bunyi dari delapan tambur yang dipukul bersahut-sahutan.
Pijaran kembang api itu menandai perayaan Cap Go Meh.
Sebelumnya, dipimpin pengurus Kelenteng Hok Tjing Rio menyembelih seekor kambing warna hitam di depan makam Buyut Fatimah.
Setelah itu, kambing-kambing lainnya hasil sumbangan umat juga turut disembelih.
Sebelum melakukan pemotongan kambing terlebih dahulu dilakukan berbagai ritual.
Pertama, dimulai dengan sembahyang Dermaga Kunciiong dan altar Toa Pe Kong.
Usai sembahyang Toa Pe Kong ini pada pukul 00.00 wib baru dilakukan pemotongan kambing hitam didepan makam buyut Tan Bun An dan Siti Fatimah.
Menurut Tjik Harun, tradisi potong kambing berbeda pada setiap perayaan Cap Go Meh di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini karena kearifan lokal yang berbeda pada setiap daerahnya.
Tjik Harun pun mengaku setiap masyarakat Thionghoa di Jakarta, Singkawang, atau wilayah lainnya akan merayakan dengan kearifan lokal di wilayahnya masing-masing.
“Kalau di Singkawang mereka biasa tradisinya, menggunakan tubuh untuk dimasuki oleh dewa.
Namun disini berbeda, kita dengan potong kambing atau kurban, sesuai kearifan lokal kita,” ungkapnya.
(Dari berbagai sumber)