PALEMBANGPARIWISATA

Cap Go Meh di Pulau Kemaro (3) : Tak Pernah Tenggelam Meski Air Sungai Musi Meluap

MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Selalu menarik dan penasaran menceritakan keberadaan Pulau Kemaro.

Selain menyimpan keunikan dan legenda yang turun temurun serta populer hingga saat ini, Pulau Kemaro ternyata tak pernah sekalipun tenggelam meski air sungai musi meluap dan membanjiri Palembang dan sekitarnya.

Foto : Kompas com

 

Padahal Palembang merupakan dataran rendah yang berada di ketinggian 4 meter dari atas permukaan laut.

Di pulau Kemaro ada sebuah klenteng. Hok Tjing Rio namanya, lebih dikenal dengan nama Klenteng Kuan Im. Dibangun sejak tahun 1962 dan masih berdiri kokoh hingga saat ini.

Di depan klenteng inilaj terdapat makam Pangeran Tan Bun An dan Putri Siti Fatimah.

 

Legenda Siti Fatimah 

Konon, seorang raja di Kerajaan Sriwijaya memiliki seorang putri cantik jelita yang bernama Siti Fatimah. Selain cantik ia juga memiliki perilaku yang baik. Tak heran jika banyak pemuda negeri yang kagum dengan kecantikan sang putri.

Sayangnya tidak ada satu pun dari para pemuda itu berniat untuk meminangnya, karena kedua orang tuannya menginginkan Siti Fatimah menikah dengan putra raja yang kaya raya.

Menurut legenda yang tertulis di sebuah batu di samping Klenteng Hok Tjing Rio diketahui bahwa pada zaman dahulu ada seorang pangeran dari Negeri China bernama Tan Bun An datang ke Palembang untuk berdagang.

Foto : IST

 

Ketika ia meminta izin ke Raja Palembang, ia bertemu dengan putri raja yang bernama Siti Fatimah. Ia langsung jatuh hati, begitu juga dengan sang putri. Mereka pun menjalin kasih dan berniat ke pelaminan.

Tan Bun An lalu mengajak Siti Fatimah ke daratan China untuk bertemu kedua orangtuanya. Setelah ke Cina, mereka pun kembali ke Palembang. Bersama keduanya disertakan pula tujuh guci yang berisi emas.

Sesampainya di muara Sungai Musi, Tan Bun Han ingin melihat hadiah emas di dalam guci-guci pemberian kedua orangtuanya itu. Tetapi alangkah kagetnya ia, karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi asin (bertujuan mengelabui perampok).

Tanpa berpikir panjang lagi, ia membuang guci-guci tersebut ke laut, tetapi guci terakhir terjatuh di atas dek dan pecah. Ternyata di dalamnya terdapat emas.

Tan Bun An langsung terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya itu.

Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu, tetapi kedua orang itu tidak kunjung muncul ke permukaan sungai.

Siti Fatimah akhirnya menyusul dan terjun juga ke Sungai Musi. Setelah itu muncullah Pulau kemaro yang berarti kemarau.

Untuk mengenang mereka bertiga dibangunlah sebuah kuil dan makam untuk ketiga orang tersebut.

 

(Dari berbagai sumber)

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button