LUBUKLINGGAU

Hingga Kini Tradisi Mandi Kasai Masih Dilakukan Sebagian Kecil Warga Lubuklinggau 

MAKLUMATNEWS.com, Lubuklinggau — Ada satu tradisi di Lubuklinggau, yang masih dilakukan hingga saat ini.

Nama tradisi itu adalah Mandi Kasai. Tradisi ini dilakukan menjelang pernikahan.

Yaitu dengan memandikan sepasang kekasih di sungai yang disaksikan oleh teman dan kerabat mereka.

Tradisi ini mempunyai dua makna, pertama adalah pertanda sepasang kekasih calon pengantin akan meninggalkan masa remaja dan memasuki kehidupan berumah tangga.

Makna kedua, Mandi Kasai akan membersihkan jiwa dan raga sepasang kekasih yang akan menikah.

Tradisi Mandi Kasai inilah yang kemudian menginspirasi lahirnya tari kreasi dari Kabupaten Lubuk Linggau yang dinamakan dengan tari Bujang Gadis.

Secara harfiah, Mandi Kasai terdiri dari dua kata “mandi” yang berarti membersihkan atau membasuh diri, dan “kasai” yang berarti kain dalam makna luas yang digunakan untuk menutupi sesuatu.

Tradisi ini sudah berkembang sejak abad ke-14, sebelum pengaruh Kesultanan Palembang tiba di pedalaman Musi Ulu.

 

Prosesi Mandi Kasai

Sebelum melakukan ritual Mandi Kasai, sejumlah persiapan dan peralatan yang perlu disiapkan termasuk: pakaian pengantin laki-laki dan perempuan, pakaian pelara (dukun) laki-laki dan perempuan, tikar sembuhak dua lembar, mangkuk langer, sarung songket, telesan, bnoyan (sosok yang dituakan) dari pihak laki-laki dan perempuan.

Mandi Kasai biasanya dilakukan pada sore hari di sungai, dan memiliki tiga tahapan prosesi yaitu:

1. Berdui

Nyanyian atau lantunan syair berupa pantun kasih sayang, harapan, nasihat, dan doa.

Berdui ini dinyanyikan oleh orang tua dan anak. Namun pada akhir tahapan ini, pelara akan menyampaikan pantun yang sama sebagai penutup.

2. Arak-arakan

Kegiatan mengarak kedua pengantin dari rumah menuju sungai dengan menggunakan joli jempano (tandu) yang diawali dengan pukulan gong, tabuhan gendang, dan sorak-sorakan.

3. Melangir

Pelara membacakan mantra kepada kedua pengantin di sungai. Kedua pengantin mengenakan kain panjang dan duduk bersimpuh di batu besar di tepi sungai dan menghadap pelara.

Mantra ini merupakan pesan untuk menjalankan kehidupan rumah tangga.

Setelah melangir, para bnoyan membawa kedua pengantin ke sungai dan mencelupkan mereka hingga seluruh tubuh dan kepalanya basah.

Biasanya setelah basah kuyup, kedua pengantin akan menyemburkan air ke arah teman, keluarga, atau masyarakat lain yang ikut menonton ritual ini.

Seusai mandi, kedua pengantin mengeringkan badan, berganti pakaian, dan kembali diarak menuju rumah.

Layaknya sejumlah besar tradisi dan warisan budaya yang tergerus modernisasi, Mandi Kasai juga sudah tidak banyak dilakukan.

Hingga kini, tradisi ini masih dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Sidorejo, Lubuklinggau.

Mengingat prosesi yang banyak melibatkan adat, pelestarian Mandi Kasai dapat dibantu oleh peran penting tokoh adat dan pemerintah kota.

Selain itu, masyarakat umum Lubuklinggau juga dapat membantu meneruskan warisan ini kepada generasi berikutnya. (Dari berbagai sumber)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button