NASIONAL

Menkeu Sri Mulyani : PPN 12 Persen Masih Rendah di Banding Negara G20 Lainnya

MAKLUMATNEWS.com, Jakarta,—-Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen dan berlaku awal Tahun 2025 mendatang. Meski begitu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani  Indrawati menyatakan kenaikan PPN di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain bahkan negara yang termasuk Grup 20 (G -20)

Sri Mulyani mengatakan, PPN di negara Brazil sebanyak 17 persen dengan tax ratio 21,4 persen. Kemudian, tarif PPN di India sebesar 18 persen dengan tax ratio-nya sebesar 17,3 persen. Kemudian PPN negara Turki sebesar 20 persen dengan tax ratio sebesar 16 persen.

Sedangkan PPN di Filipina sebesar 12 persen dengan tax ratio sudah di 15,6 persen. Ter akhir, Meksiko PPN-nya 16 persen tax ratio di 14,46 persen.

Kendati demikian, Sri Mulyani mengaku jika pihaknya telah mempertimbangkan usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia agar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dikenakan untuk barang-barang mewah.

“Sesuai dengan masukan dari berbagai pihak termasuk di DPR, agar azas gotong royong di mana PPN-12 dikenakan bagi barang yang dikategorikan mewah.” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Senin, 16 Desember 2024.

Sri Mulyani juga mengklaim pihaknya tengah melakukan penyisiran terhadap produk dan jasa yang masuk ke dalam daftar produk yang dikenakan PPN 12 persen.

Rumah Sakit dan Sekolah yang Kena PPN 12 persen

Pemerintah sebelumnya akan menerapkan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendatang. Dalam kesempatan yang sama, Sri Mulyani menuturkan produk jasa yang masuk daftar PPN 12 persen.

Menkeu RI itu menyoroti rumah sakit berkelas VIP dan sekolah berstandar internasional yang akan dikenakan pajak tersebut.

“Seperti rumah sakit kelas VIP, pendidikan yang standar internasional yang berbayar mahal,” ujar Sri Mulyani.

PPN Nol Persen Buat Barang Pokok

Sri Mulyani juga menyebut pemerintah RI akan memberikan stimulus dalam bentuk pemberlakukan PPN nol persen untuk sejumlah kebutuhan pokok.

Barang pokok yang dimaksud Menkeu RI itu, seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, dan susu.

Adapun, sejumlah produk jasa yang termasuk ke dalam kebijakan PPN nol persen, yakni jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, hingga jasa keuangan.

Sri Mulyani menambahkan pihaknya akan memberikan bantuan dengan menanggung satu persen untuk sejumlah barang. Dengan demikian, beberapa produk masih tetap dikenakan PPN 11 persen.

“Kami semua dari kementerian bersama Pak Menko (Ekonomi) memutuskan untuk barang-barang seperti tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak kita, minyak curah, minyak goreng curah itu PPN tetap di 11 persen,” terang Sri Mulyani.

“Artinya kenaikan menjadi 12 persen itu 1 persen-nya pemerintah yang membayar,” tegasnya.

Pemungutan Pajak Harus Sesuai Undang-Undang

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto memastikan kebijakan PPN 12 persen sesuai undang-undang.

Airlangga menyebut penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Harmoni Peraturan Perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari 2025,” tegasnya.

Di sisi lain, Sri Mulyani menegaskan penetapan kebijakan perpajakan itu dilakukan dengan tetap memperhatikan asas keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat.

“Setiap tindakan untuk memungut (pajak) harus dilakukan sesuai undang-undang,” terang Sri Mulyani.

“Bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi atau bahkan diberikan bantuan,” tambahnya.

Waka Komisi XI DPR : PPN 12 Persen Dapat Bebani Masyarakat Menengah Bawah

Wakil Ketua (Waka) Komisi XI DPR, Hanif Dhakiri mengutarakan pendapatnya tentang kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen.

Hanif menilai penerapan kebijakan itu tidak dapat dipukul rata terhadap seluruh masyarakat.

“Daya beli masyarakat kita memang menurun dari beberapa fakta, tapi kita lihat penghasilannya, stagnan bahkan sebagian menurun,” ujar Hanif dalam diskusi ‘Wacana PPN 12 Persen’ di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 14 Desember 2024.

“Itu lah kenapa daya beli menurun, harga cenderung naik, penghasilan stagnan cenderung menurun,” tambahnya.

Waka Komisi IX DPR itu juga menilai jika PPN 12 persen dipukul rata maka berpotensi membebani masyarakat di kalangan menengah ke bawah.

“Sehingga ketika bicara PPN 12 persen itu, jika dipukul rata praktis akan membebani masyarakat di kalangan menengah ke bawah,” terang Hanif.

Oleh sebab itu, Hanif menekankan pentingnya mempertimbangkan berbagai aspek sebelum menerapkan satu kebijakan.”Itu kenapa skenario terbaik dari implementasi PPN 12 persen ini menjadi sangat penting. Memastikan agar upaya menaikan pendapatan itu jangan sampai menimbulkan ketidakstabilan sosial di masyarakat,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button