OPINI

Asal Usul Marga

MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Marga dalam makna kesatuan masyarakat hukum adat di daerah ukuran Sumatera Selatan mempunyai nama yang berbeda-beda.

Di daerah Batang hari Komuring disebut ‘ Morga”, yang dikepalai oleh seorang sepuh berfungsi sebagai Ratu Morga dengan gelar KAI-PATI.

Anak tua ( anak tuha, Ompu tuhw)ini dalam sistem kekerabatan disebut” barop”.

Dalam jabatan mewakili Ratu Morga atau KAI-PATI ini, dia disebut ” Pembarop” dengan gelar Penyimbang Ratu. .

Kalau anak tua tadi belum dewasa dipegang oleh adik atau saudara Ratu dengan gelar” Mangku Marga “.

Untuk orang orang yang sudah dewasa dan berumah tangga disebut ” Parawatin”.

Untuk daerah pegunungan, orang orang sedarah di sebut ” Sumbay”.

Kalau terdiri dari Sumbay Sumbay akan membentuk yang disebut Suku.

Setiap jurai dipimpin oleh seorang” Jurai tua yang disebut ” Pase-lurah.

Pase-lurah tunduk pada musyawarah antar Jurai tua dalam satu suku.

Untuk daerah Rejang, kelompok masyarakat hukum adat disebut ” Petulai” yang disebut ” Depati”.

Uraian di atas adalah merupakan bentuk dalam sistem organisasi dari beberapa rumpun suku diulang di Sumatera Selatan pada awal perkembangannya yang masih terikat dengan sistem kekerabatan yang genealogis.

Pada tahap selanjutnya karena perkembangan penduduk dimana masing masing kelompok pindah mencari areal baru untuk dijadikan tempat tinggal yaitu dusun dusun baru.

Namun pada asasnya mereka yang satu rumpun memiliki Puyang yang sama, interaksi masih intensif.

Lama kelamaan di dalam satu wilayah yang luas tentu akan menjadi tempat tempat baru tersebut menjadi himpunan Puyang Puyang yang berbeda asal.

Akibat kesatuan masyarakat hukum adat yang berasal dari ikatan genealogis menjadi ikatan teritorial.

BACA JUGA  Marga Antara Kenangan dan Harapan

Akibat interaksi sosial yang sudah melibatkan beberapa kelompok Puyang, dari sistem kekerabatan genealogis ke sistem kekerabatan teritorial, dampaknya sistem lama yang didasarkan pada Jurai tua tidak bisa dipertahankan lagi.

Karena dulunya dusun yang beranggotakan Jurai saja, satu rumpun menjadi perserikatan dusun dusun.

Dengan demikian perlu pemimpin yang sama tentu melalui kesepakatan pola kepemimpinan nya. (*)

Kiriman Ketua Pembina Adat Sumsel, Albar Sentosa Subari

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button