OPINI

Memahami Hukum yang Hidup dalam Masyarakat

MAKLUMATNEWS.com, Palembang –DENGAN berlakunya undang-undang nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana sebagaimana dimaksud dalam Lembaran Negara tahun 2023 nomor 1, Tambahan Lembaran Negara nomor 6842. Yang diundang pada tanggal 2 Januari 2023.

Perihal ketentuan mengakui atau eksistensi Tindak Pidana Berdasarkan Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat, berawal diatur dalam Pasal 2 ayat 1, 2 dan 3.

Pasal 2 ( 1 ). Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-undang ini;

Ayat. 2. Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1, berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam undang-undang ini dan sesuai dengan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa bangsa;

Ayat. 3. Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam penjelasan Pasal 2.

Ayat (1). Yang dimaksud dengan ” hukum yang hidup dalam masyarakat” adalah hukum adat yang menentukan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan tertentu patut dipidana.

Hukum yang hidup dalam masyarakat dalam pasal ini berkaitan dengan hukum yang tidak tertulis yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.

Untuk memperkuat keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut, Peraturan Daerah mengatur mengenai Tindak Pidana adat tersebut.

Ayat. (2). Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ” berlaku dalam tempat hukum yang hidup” adalah berlaku bagi setiap orang yang melakukan Tindak Pidana adat di daerah tersebut.

Ayat ini mengandung pedoman dalam menetapkan hukum pidana adat yang keberlakuan nya diakui oleh Undang Undang ini.

Ayat. 3. Peraturan Pemerintah dalam ketentuan ini merupakan pedoman bagi daerah dalam menetapkan hukum yang hidup dalam masyarakat dalam Peraturan Daerah.

BACA JUGA  Hidup Ini Sangat Singkat, Selalulah Bersama Allah

Pasal 597 KUHP

(1). Setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana;

(2). Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa pemenuhan kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat 1 huruf f.

Penjelasan Pasal 597 KUHP yang dimaksud dengan ” Perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang” mengacu pada ketentuan Pasal 2 ayat 1.

Dalam penjelasan Buku kesatu butir 4 dikatakan

Dalam Undang-undang ini diakui pula adanya Tindak Pidana atas dasar hukum yang hidup dalam masyarakat atau yang sebelumnya dikenal sebagai tindak Pidana adat untuk lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Dalam kenyataannya di beberapa daerah di tanah air masih terdapat ketentuan hukum yang tidak tertulis, yang hidup dan diakui sebagai hukum di daerah yang bersangkutan, yang menentukan bahwa pelanggan atas hukum itu patut dipidana.

Dalam hal ini hakim DAPAT ( huruf kapital oleh penulis) menetapkan sanksi berupa pemenuhan kewajiban adat setempat yang harus dilaksanakan oleh pelaku tindak pidana.

Hal tersebut mengandung arti bahwa standar nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat setempat masih tetap dilindungi agar memenuhi rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat tertentu.

Keadaan seperti ini tidak akan menggoyahkan dan tetap menjamin pelaksanaan asas legalitas serta larangan analogi yang dianut dalam undang-undang ini.

 

Simpulan

1. Bahwa eksistensi Tindak Pidana Berdasarkan Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat yang selama ini dikenal dengan Tindak Pidana Adat tetap diakui, sepanjang masih hidup dan berkembang dalam masyarakat setempat.

2. Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana yang dimaksudkan adalah hukum atau nilai nilai adat yang diakui berlaku nya oleh Peraturan Daerah (perlu diperjelas lagi Peraturan Daerah Propinsi dan/ atau Kabupaten dan Kota; dalam kurung oleh penulis).

BACA JUGA  Korelasi Antara Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional

3. Peraturan Daerah dimaksud menunggu adanya Peraturan Pemerintah yang selambatnya 2 tahun setelah tanggal 2 Januari 2023 ( atau kata lain terakhir 2 Januari 2025 sudah ada Peraturan Pemerintah – tambahan penulis).

4. Putusan Hakim yang didasarkan pada hukum yang hidup dalam masyarakat bersifat tambahan ( penjelasan buku kesatu butir 4).

5. Dengan dimuat dalam Peraturan Daerah tentang Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat, dengan sendirinya tidak MELANGGAR ( huruf kapital oleh penulis) , asas LEGALITAS, karena telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Daerah.

( Lihat Pasal 1 ayat (1) Jo penjelasan Pasal Pasal 1 ayat 1 dan 2 serta Pasal 2 ayat 1 s/ 3).

6. Tidak melanggar nya asas legalitas tersebut merupakan perluasan dari pengertian asas legalitas yang lama seperti dalam WvS yang memaknai UU sama dengan Wet.

Yang masih mendapat pengaruh teori legisten. Tidak ada tindak pidana di luar UU ( baca wet)

Sedangkan KUHP 2023 telah memperluas makna peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya Peraturan Daerah di samping Undang Undang Nomor 1 tahun 2023 itu sendiri.

7. Dengan norma norma di atas menuntut lembaga adat dan pemerintah daerah untuk menyiapkan Peraturan Daerah agar ” hukum yang hidup dalam masyarakat di masing masing kabupaten kota” agar bernilai di pengadilan sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Untuk merealisasikan Peraturan Daerah dimaksud tentu membutuhkan tenaga sumber daya manusia yang cukup memahami nilai nilai budaya asli masyarakat hukum adat setempat baik bagi kalangan akademisi perguruan tinggi negeri dan swasta melalui tri darma perguruan tinggi meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Serta ditopang oleh pihak pihak terkait baik legislatif ( DPRD) dan eksekutif ( pemerintah). Dan dana anggaran yang sudah terprogram dengan baik dan transparan.

Sehingga mencapai hasil guna dan daya guna demi mewujudkan keadilan dalam masyarakat Indonesia masyarakat adil dan makmur dan makmur dalam berkeadilan.

 

Oleh : Albar Sentosa Subari, Dosen dan Ketua Pembina Adat Sumsel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button