‘Di Talang Kami Terkenang’, Puisi Karya H Dheni Kurnia, Penyair Terbaik dari Provinsi Riau
MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Siapa tak kenal dengan penyair satu ini.
H Dheni Kurnia, dia punya nama.
Di Palembang, dulunya saat masih bergabung dengan HU Sriwijaya Post, sangat akrab dengan para penyair asal kota pempek ini.
Mulai dari Anwar Putera Bayu, Koko Bae, J.J Polong hingga Conie Sema.
Bang Dheni, begitu dia sering disapa rekan-rekannya, adalah penyair Riau yang telah menulis sejumlah buku puisi, cerpen dan esai ber sama beberapa penulis lain.
Di antaranya Becak 5 (Kumpulan Cerpen bersama dua cerpen tamu Koko Bae dan Izarman Naabai, Sriwijaya Post, Palembang, 1999), Nibung Raje (Kumpulan Puisi bersama penyair Musi, Palembang1992), dan Aku Hari Ini (Kumpulan Puisi bersama Dimas Agus Pelaz, Laksana Jambi, 1997).
Antologi Puisi Nusantara (bersama Penyair Nusantara, ASEAN, Brunei Darussalam, 2010), Akulah Musi (Antologi Penyair ASEAN, Palembang, 2013), dan Patah Tumbuh Hilang Berganti (Kumpulan Puisi Alumni Halaman Budaya Haluan, Padang, 2015).
Rindu Kuala Kangsar (bersama Penyair Malaysia A Salad Said, Syamsuddin Otsman, Yassin Salleh dkk, dari Indonesia Syarifuddin Arifin, A. Aris Abeba, USAS University, Perak, 2017), dan Riwayat Asap (Antologi Puisi dan Cerpen bersama Forum Lingkar Pena, Riau, 2015).
Pemenang Buku Puisi Terbaik 2018 (Bunatin), Dheni Kurnia juga pernah tampil baca puisi dan membentangkan puluhan makalah sastra budaya, jurna listik dan bisnis pers di dalam dan luar negeri.
Di antaranya Amerika Serikat, Mesir, Swiss, Prancis, Belanda, Jerman, Lienchstentein, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, China, Filipina, dan Hongkong.
Berikut ini salah satu puisi H Dheni Kurnia yang kami kutip dari buku kumpulan puisi beliau, Bunatin dengan judul ‘Di Talang Kami Terkenang’.
Di talang kami terkenang
datuk patih dan tumenggung
nama besar tanpa gelar
mengajar titah tanpa lelah
katakan yang benar adalah benar
yang salah adalsh salah
syafaat engkau di alam wujud
kami adalah anak talang
datang jauh menjenguk lalu
bukan pemilik negeri beraja
membuka tanah meretas kampung
meneroka padi di lahan Rawang
merotan hidup di sayang hutan
mencari sanak sepanjang jalan
kami datang dari seberang
menakik getah di panas terik
dirikan pondok di ladang sultan
hidup damai bersama tendawan
mendaki bukit penuh buluh
menebar benih anak pisang
lalui batang dimana sampai
hidup kami adalah berkah
umur berlebih di medan perang
sisa dari sengketa paderi
bertempur karena sarak berbeda
marwah hilang badan terbuang
ingin pulang negeri mengutuk
rantau bertuah redupkan amuk
di talang kami terkenang
tumenggung dan patih nan sebatang
yang meletakkan kesepakatan
bacalah dengan nama talang
hiduplah di tanah mamak
jinakkan rimba alam raya
jadikan nasib rumah kerinduan
kami adalah anak talang
dari pancung alas pagaruyung
dari serambi kandal mekah
dari pintu tanah ulayat
menyeberang batang ke Indragiri
mengatur larangan dengan adat
mengukur diri dengan Budi
kami belajar dengan hati
membaca bulan di terang malam
mengulang jejak di deras hujan
mencari kasih lama tersimpan
memendam rindu di gelap pekat
membuat jauh menjadi dekat
hati kami dikadam makrifat
kami keturunan ibu yang sama
dari darah nan sepancang
setiang didera angin
selubuk di alam kepayang
senenek di rimba melintang
separuh perintah patih
padi jadi jagung mengupih
di talang kami menyebut
nama batin nan bergelar
nama mamak nan bergarang
nama hutan nan berlarang
jika sakit carilah akar
jika tersesat carilah simpang
besar keturunan di madu si akang
Di talang kami terkenang
datuk patih dan tumenggung
mengajar ilmu tak pandang waktu
mengajar hayat sepanjang ayat
katakan yang benar adalah benar
katakan yang salah adalah salah
hidup berpantang dan berkarang
Airmolek, 17.2017
Sumber : Palembang.tribunnews.com