Belum Musim Panen, Harga Kopi di Sumsel Melonjak Tinggi, Petani Diuntungkan

MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Karena belum masuk musim panen, harga kopi di Sumsel saat ini melonjak tinggi.
Panen kopi baru terjadi di bulan April 2O24. Tingginya harga kopi ini tentu ds sangat menguntungkan bagi petani kopi itu sendiri.
Salah seorang petani kopi robusta di Pagar Alam,Azalea membenarkan tingginya harga kopi saat ini
Harga biji kopi saat ini Rp 50 ribu per kilogram (kg), sedangkan untuk bubuk kopi Rp 80-90 ribu per kg.
Tingginya harga kopi sangat menguntungkan bagi petani kopi tapi juga dilihat dari kualitas kopi yang akan dijual.
Menurut Azalea, harga biji kopi bisa tinggi harganya karena saat ini belum masuk musim panen.
Sehingga, kata dia, jika ada biji kopi yang siap dipanen akan lama proses untuk dikeringkan, karena untuk menjemur kopi butuh beberapa hari.
“Panen kopi April 2024 nanti. Kalau saat ini masih sedikit-sedikit buah kopi yang siap dipanen.
Sudah panen harus dijemur kalau musim panas enak menjemur 2-3 hari biji kopi tapi kalau musim hujan proses menjemur bisa 1,5 bulan,” katanya, Senin (26/2/2024).
Selain belum masuk musim panen, lanjut Azalea, untuk buah kopi juga tidak terlalu banyak meski harga kopi tinggi.
“Harga biji kopi mahal karena permintaan tinggi sementara dari petani belum ada masa panen sehingga jumlah kopi yang dihasilkan tidak banyak dan ditambah faktor cuaca yang masih musim hujan,” jelasnya.

Berdampak positif
Ketua Dewan Kopi Sumsel M Zain Ismed mengatakan, naiknya harga kopi saat ini berdampak positif bagi petani kopi.
Penyebab tingginya harga kopi antara lain karena suplai kopi tahun lalu agak berkurang sementara konsumsi dunia ada peningkatan.
Maka, lanjutnya, hukum ekonomi berlaku suplai menurun demand meningkat yang berakibat harga kopi juga meningkat.
“Kualitas kopi beberapa daerah semakin membaik, karena pelatihan-pelatihan pasca panen rutin dilakukan, seperti di daerah Pagar Alam, Semendo dan Lahat,” ujarnya.
Menurut Zain, kenaikan harga kopi sebenarnya pernah terjadi tahun 1998, tapi kenaikan itu bukan disebabkan oleh mekanisme pasar, tetapi lebih karena kurs US Dollar meningkat tajam dimasa krisis ekonomi 1998.
Sedangkan sekarang memang karena suplai kopi dunia mengalami penurunan karena perubahan iklim yang tidak menentu, sementara konsumsi kopi dunia juga mengalami kenaikan.
“Cuaca menjadi faktor utama yang menyebabkan produktivitas kopi menurun,” ungkapnya.

Jaga Kesuburan
Zain menyebut tingginya harga kopi bukan terjadi di Indonesia saja, tetapi di seluruh dunia.
Brazil, produsen kopi nomor 1 dunia juga mengalami musim dingin ekstrem sehingga banyak pohon kopi mati karena membeku (frezee).
Demikian juga di beberapa negara produsen kopi dunia, seperti Columbia. Sementara di negara belahan Asia justru suhu panas yang meningkat dan cuaca tak menentu termasuk Indonesia.
“Himbauan kita kepada para petani kopi untuk tetap menjaga kesuburan kopinya dengan menyiapkan air yang cukup supaya produktivitas dapat dijaga dan bahkan ditingkatkan,” ujarnya. (Detik.com)