Kilas Sejarah ” Pembukaan UUD 45″ Digugat….!
Oleh : Albar Sentosa Subari (Ketua Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan)

MAKLUMATNEWS.com Pada sore harinya M. Hatta ( dalam Memoir), menerima telpon dari tuan Nishiyama, pembantu Admiral Maeda menanyakan dapatkah aku menerima seorang opsir Kaigun ( angkatan Laut) karena ia mau mengemukakan suatu hal yang sangat penting bagi Indonesia.
Nishiyama sendiri akan menjadi juru bahasanya. Aku persilahkan ( M. Hatta), mereka datang. Hatta lupa nama opsir itu, : datang sebagai wakil Protestan dan Katolik, yang dikuasai oleh angkatan Laut Jepang, berkeberatan sangat terhadap bagian kalimat dalam Pembukaan UUD yang berbunyi: Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam BAGI ( huruf kapital oleh penulis) pemeluk pemeluknya “.
Mereka mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, hanya mengenal rakyat yang beragama Islam. Tetapi tercantum nya ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang menjadi pokok pokok Undang Undang Dasar berarti mengadakan Diskriminasi terhadap mereka golongan minoritas. Jika ” diskriminasi” itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar Republik Indonesia.
Aku ( Hatta) mengatakan bahwa itu BUKAN ( huruf kapital oleh penulis) suatu diskriminasi, sebab penetapan itu hanya mengenal rakyat yang beragama Islam. Waktu merumuskan pembukaan UUD itu, Mr. Maramis yang ikut dalam Panitia Sembilan, tidak mempunyai keberatan apa apa dan pada tanggal 22 Juni 1945 ia ikut menandatangani. Opsir itu mengatakan bahwa itu adalah pendirian dan perasaan pemimpin pemimpin Protestan dan Katolik dalam daerah pendudukan Kaigun.
Mungkin waktu itu Mr. A.A. Maramis cuma memikirkan, bahwa bagian kalimat itu hanya untuk rakyat Islam yang 90 persen jumlahnya dan tidak mengikat rakyat Indonesia yang beragama lain. Ia tidak merasakan bahwa penetapan itu adalah suatu diskriminasi. Pembukaan UUD adalah pokok dari pada pokok, sebab itu harus teruntuk bagi seluruh bangsa Indonesia dengan tiada kecuali nya. Kalau sebagian dari pada dasar pokok itu hanya mengikat sebagian dari rakyat Indonesia, sekalipun yang terbesar, itu dirasakan oleh golongan minoritas sebagai diskriminasi. S ban itu kalau diteruskan juga pembukaan yang mengandung diskriminasi itu, mereka golongan protestan dan Katolik lebih suka berdiri di luar Indonesia.
Karena opsir angkatan Laut Jepang itu sungguh sungguh menyukai Indonesia merdeka yang bersatu sambil mengingatkan pula semboyan Bersatu kita teguh dan berpecah belah kita jatuh, perkataannya itu berpengaruh juga atas pandanganku ( Hatta).
Selanjutnya M. Hatta terbayang kalau Indonesia pecah, pasti daerah luar Jawa dan Sumatera akan dikuasai kembali oleh Belanda dengan menjalankan politik Devide et Impera, politik memecah dan menguasai.( Demikian sekelumit sejarah ” pembukaan UUD 45 digugat) Sebagaimana terurai dalam Memoir Bung Hatta.