MOZAIK ISLAM

Kita Dianjurkan Menyebut “Wallahu A’lam Bisshawab”, Kenapa?

MAKLUMATNEWS.com — Kalimat Wallahu A’lam Bisshawab tentuk bukan ucapan asing bagi seorang Muslim. Kalimat ini paling sering ditemukan di artikel keagamaan, terutama di akhir tulisan.

Selain itu, para kiyai pada umumnya setelah menjelaskan pandangan keagamaan atau setelah ngaji kitab atau ceramah, selalu menyebutkan Wallahu A’lam Bisshawab (hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya).

Selain para kiayi, para cendikiawan Islam bahkan para artis yang berhijrah kini sering menggunakan kata tersebut dalam caption sosial medianya atau saat menjelaskan sesuatu.

Di suatu kampung, ada salah seorang santri memberanikan diri bertanya, “mohon maaf pak kiyai. Kenapa pak kiyai setiap selesai mengaji atau setelah menyampaikan pendapat keagamaan selalu menyebut wallahu a’lam bisshawab? Mohon penjelasannya yai.”.

Sang kiyai sembari nyeruput teh tubruk menyimak santrinya yang sedang mengajukan pertanyaan dengan khusyuk dan fokus.

Kiyai menaruh gelasnya dan memulai menjawab: “Kata wallahu a’lam bisshawab itu kalau arti secara harfiyahnya kita semua sudah tahu; hanya Allah yang tahu kebenaran yang sesungguhnya. Akan tetapi, sejatinya lebih dari sekedar jargon. Ini adalah upaya tadib (pembiasaan) agar kita selalu ingat bahwa penjelasan yang kita sampaikan hanyalah upaya ‘mendekati’ kebenaran, rendah hati dalam beragama dan mengimami serta menghidupkan/living pemilik kebenaran sejati adalah Allah dan kita tak punya otoritas dalam menentukan bahwa pendapat kita mewakili kebenaran Allah. Sebab apa yang kita sampaikan boleh jadi tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah”.

Kiyai kampung pun terus menjelaskan lebih dalam. Ia mengisahkan akhlak para ulama dulu yang sebagian ditulis dalam kitab Ihya Ulumuddin bahwa sebagian ulama menangis tersedu sedan sedih manakala pendapatnya diikuti dan dipakai orang lain.

Tentu saja bukan tangisan bangga, tapi tangisan sedih. Sebab ia takut menanggung tanggungjawab kalau saja pendapatnya salah.

Sebagian ulama yang lain, kalau ada yang bertanya tidak langsung jawab, dijawab “saya belum tahu jawabannya”, lalu melakukan kajian terlebih dahulu dan setelah mantap hasil kajiannya baru disampaikan dalam jawaban.

Imam as-Syafii sendiri berkata bahwa pendapatku benar tapi ada kemungkinan mengandung kesalahan. Dan pendapat Anda salah tapi ada kemungkinan mengandung kebenaran.

Bagi orang yang berilmu, tidak mudah dan berhati-hati dalam memberikan jawaban dan pandangan keagamaan. Disebut ikhtiyath. Ini tercermin dalam tradisi Islam tradisional, NU, dalam menjawab satu masalah bisa seharian bahtsul masail. Kalau belum mantap, maka mauquf (belum bisa memberikan jawaban). Dan dibahas hari berikutnya.

Spirit wallahu a’lam bissahawab inilah yang menjadikan Islam sebagai agama yang mempunyai kekayaan tafsir, pendapat, pandangan, tradisi, kebudayaan, dan khazanah literasi. Sebab ada ruang untuk menyampaikan pendapat tanpa rasa takut, sebab masing-masing sadar bahwa masing-masing sedang menghampiri dan mendekati kepada kebenaran dengan melalui kajian serius dan sadar betul bahwa kebenaran sejati hanya milik Allah.

Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI),” wallahualam” adalah ungkapan yang dipergunakan untuk menyatakan ketidakpastian karena memiliki arti ‘dan Allah Yang Mahatahu’.

Wallahualam sendiri berasal dari kata a’lam (أعلم) yang merupakan turunan dari kata ‘alima (علم), yang artinya ‘tahu’ atau mengetahui.

Maksud ungkapan wallahu a’lam di akhir tulisan adalah pengakuan keterbatasan ilmu-pengetahuan seseorang, sekaligus pernyataan bahwa Allah SWT saja yang paling tahu, Maha Tahu, atau pemilik segala pengetahuan.

Itu juga merupakan sebuah kesadaran bahwa semua penjelasan yang diberikan manusia hanyalah upaya mendekati ‘kebenaran’. Sebab, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui segalanya.

BACA JUGA  Jadikan Allah Sebagai Tujuan, Karena Itulah Jalan Menuju Kesuksesan Abadi

Dalam kita Shahih Bukhari, ada hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW  mengajarkan agar umat muslim mengucapkan “wallahualam” jika merasa tidak tahu akan sesuatu.

Abdullah bin Mas’ud RA berkata dalam hadist yang artinya : “Wahai sekalian manusia, siapa yang mengetahui tentang sesuatu, sampaikanlah. Dan jika tak tahu, ucapkanlah, ‘Allahu a’lam’ (Allah Mahatahu). Karena, sungguh, termasuk bagian dari ilmu, jika engkau mengucapkan terhadap sesuatu yang tidak kau ketahui dengan ucapan: ‘Allahu a’lam’.

Allah berfirman kepada Nabi-Nya: ‘Katakanlah (hai Rasul): ‘Aku tidak meminta upah sedikit pun pada kalian atas dakwahku dan bukanlah Aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan,” (QS Shad: 86) (HR Bukhari).

Ini menjadi landasan bahwa menutup atau mengatakan wallahualam saat menyampaikan pendapat atau setelah menyelesaikan pembahasan tertentu sangat dianjurkan oleh para ulama.

Ini dimaksudkan agar seseorang tetap menjaga adab kepada Allah SWT, bahwa setiap ilmu yang disampaikan kepada orang lain tidak lain hanya berupa pemberian ilmu dari Allah, dan Allah yang sangat mengetahui mengenai kebenaran ilmu tersebut.

Para ulama juga memakai kalimat tersebut sebagai kode etik dalam menutup fatwa. Spirit wallahualam ini yang menjadikan Islam sebagai agama yang mempunyai kekayaan tafsir, pendapat, pandangan, tradisi, kebudayaan, dan khazanah literasi.

Dalam Islam, konsep ilmu sangat tinggi karena tidak hanya sebagai pembuktian dari sesuatu, namun juga mengembalikan kepada kekuasaan Allah SWT.[Berbagai sumber]

Editor : Aspani Yasland

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button