OPINI

Keadilan Restoratif Dambaan Bagi Setiap Tenaga Kerja


Dr. Hamonangan Albariansyah SH MH. (Foto : IST)

MAKLUMATNEWS.com, Palembang –TINDAK Pidana Kealpaan Yang Mengakibatkan Kematian Pada Kecelakaan Kerja bukanlah akibat hubungan kesalahan antara pribadi pelaku -korban pada umumnya.

Melainkan melibatkan kesalahan penyelenggara sistem keselamatan kerja, yang di dalam nya ada fungsi jabatan, perintah kerja dan pelanggaran syarat keselamatan kerja sebelum nya.

Sehingga beban tanggung jawab kesalahan kealpaan tidak cukup dibebankan hanya kepada satu orang/satu pihak saja sebagai penyebab, melainkan harus dilihat sebagai hasil kontribusi kesalahan kesalahan yang menimbulkan akibat yang terlarang.

Keadilan restoratif adalah nama yang ditujukan ke pada gerakan di dalam dan di luar peradilan pidana, yang menghendaki tujuan dari penyelesaian dalam bentuk pemulihan.

Ketika keadilan restoratif dimulai dengan pemahaman khususnya tentang kejahatan, yakni pelanggaran terhadap aturan negara, didefinisikan sebagai adanya pelanggaran hukum dan kesalahan, ke Adilan restoratif melihat dengan cara berbeda.

Daniel Van Ness, mengatakan pandangan keadilan restoratif : kejahatan adalah pelanggaran terhadap masyarakat dan hubungannya, dengan menciptakan suatu kewajiban untuk melakukan suatu perbaikan, dengan melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam mencari solusi bersama yang di dalam nya mendukung adanya perbaikan, rekonsiliasi dan kepastian (dalam Hamonangan Albariansyah, h. 61).

Di dalam praktek, ditemukan bahwa belum adanya kesamaan persepsi mengenai keadilan restoratif dijalankan sebagai suatu alternatif penyelesaian untuk kasus tindak Pidana, baik itu sesama aparat penegak hukum, korban/ keluarga korban, masyarakat maupun komunitas serikat pekerja itu sendiri.

Ini disebabkan antara lain adalah: Pertama, tidak mengetahui dan memahami bahwa pada tindak Pidana Kealpaan yang mengakibatkan kematian pada kecelakaan kerja mempunyai karakteristik khusus, berbeda dengan kealpaan pada tindak Pidana pada umumnya.

Walhasil dalam proses penegakan hukumnya yang seharusnya diperlukan dengan pendekatan khusus, malah dilakukan dengan tindak Pidana pada umumnya.

Terjadinya praktek seperti ini juga tidak dapat dipungkiri karena mekanisme penyelesaian tindak Pidana khusus yang seharusnya ada, tetapi belum tersedia; sehingga perlu regulasi perundangan undangan.

Paul Mc.Cold, mengatakan sebagai alternatif pendekatan pemidanaan, keadilan restoratif tidak lagi dipandang hanya sebagai program, melainkan sebagai sebuah paradigma ( ibid, h. 62).

Di Indonesia, walaupun tidak berlaku untuk semua jenis tindak Pidana, terbuka peluang dikembangkan penyelesaian tindak Pidana Kealpaan Yang Mengakibatkan Kematian Pada Kecelakaan Kerja Melalui Keadilan Restoratif.

BACA JUGA  Cerpen Kita Minggu Ini : Lampu Teater

Hal ini dapat dilihat dari kebijakan penggunaan keadilan restoratif yang ada di setiap tingkatan proses peradilan pidana, antara lain;

1. Tahap penyelidikan dan penyidikan: surat edaran kepala kepolisian Republik Indonesia nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian perkara pidana dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

2. Tahap penuntutan: peraturan kejaksaan nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

3. Tahap persidangan: keputusan Direktur jenderal Badan Peradilan umum Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang pemberlakuan pedoman penetapan keadilan restoratif.

Walaupun saat ini penyelesaian kasus tindak Pidana melalui keadilan restoratif dibatasi untuk tindak Pidana tertentu saja, namun setidaknya hal ini merupakan permulaan yang baik bahwa penyelesaian melalui pengembangan model keadilan restoratif diterima dalam proses penegakan hukum pidana saat ini.

Salah satu nya menambah kan tindak Pidana Kealpaan juga dapat diselesaikan melalui keadilan restoratif. Mengingat derajat ketercelaan moral pada kealpaan lebih ringan dari pada tindak Pidana ringan namun dilakukan dengan sengaja.

Dengan kata lain, mendorong dikembangkannya alternatif penyelesaian tindak Pidana Kealpaan Yang Mengakibatkan Kematian Pada Kecelakaan Kerja Melalui Keadilan Restoratif, sebenarnya selaras dengan tujuan pemidanaan pada Kitab Undang Undang Hukum Pidana Nasional sekaligus mendukung pembaharuan Undang Undang Keselamatan Kerja sebagimana digariskan dalam artikel angka lima peraturan presiden ini sebagai bentuk perlindungan pekerja dengan meminimalkan bahaya dan resiko terkait pekerjaan, sesuai dengan hukum dan praktek nasional, untuk mengurangi kematian, cidera,dan penyakit terkait dengan pekerjaan.

Merumuskan kembali situasi nasional keselamatan kerja termasuk persoalan tindak Pidana kecelakaan kerja.

Pada umumnya seseorang tidak menyukai nestapa atau penderitaan dan berusaha menjauhinya, namun rasa jera pada setiap orang berbeda beda.

Tujuan penjatuhan pemidanaan dalam arti luas pada prinsipnya adalah membuat pelaku jera dan semua pihak terlindungi dari bahaya di masa depan, pembalasan, namun belum tentu tepat memberikan efek jera pelaku.

Dalam konteks falsafah penyelesaian tindak Pidana Kealpaan Yang Mengakibatkan Kematian Pada Kecelakaan Kerja, kemanfaatan dapat diartikan sebagai upaya pencegahan, perbaikan dan pemulihan bagi semua pihak (pelaku, keluarga korban, komunitas masyarakat secara bersamaan).

George Pavlich membedakan fokus perhatian antara keadilan restoratif, dengan falsafah pemidanaan umumnya,( keadilan retributif maupun keadilan relatif) ialah responnya terhadap kejahatan atau tindak Pidana, yakni memulihkan akibat bahaya menghilangkan menyembuhkan kerugian atau bahaya akibat tindak Pidana.

BACA JUGA  Positif dan Negatif Budaya Simbolik

Fokus pemulihan terhadap kerugian,/bahaya terhadap individu maupun publik karena tindak Pidana secara keseluruhan.

Keadilan Restoratif berakar pada tradisi keadilan kuno (ancient tradition of justice) yang berorientasi pada tradisi penyembuhan atau istilah Prof. Iman Sudiyat SH Guru Besar ilmu hukum adat di Universitas Gadjah Mada adalah mengembalikan keseimbangan yang terganggu.

Istilah Prof. Dr. R. Soepomo SH, dalam bukunya Bab Bab Hukum Adat adalah ” Delik Adat” sehingga dapat dikatakan bahwa konsep Keadilan Restoratif saat ini adalah ” re – valued lens atau revitalisasi tradisi keadilan kuno ( revitalise older tradition of justice). (Ibid. 66).

Dalam perkembangan nya, falsafah pemidanaan yang dianut KUHP Nasional selaras dengan falsafah keselamatan kerja yang dianut oleh UU nomor 2 tahun 1970 yakni berspektif forward looking terhadap perihal esensial yang seharusnya diperoleh korban tindak Pidana dan masyarakat yang terkait tindak Pidana, yaitu perbaikan dan pencegahan.

Di antara nya dapat dilihat di Pasal 51 UU Nomor 1 tahun 2023 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Pasal 51 KUHP Nasional, bahwa pemidanaan bertujuan mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi perlindungan hukum dan pengayom masyarakat, memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat dan menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Pasal 108 KUHP Nasional, bahwa tindakan perbaikan akibat tindak Pidana adalah upaya memulihkan atau memperbaiki kerusakan akibat tindak Pidana menjadi seperti semula.

Dan Pasal 48 huruf d dan e KUHP Nasional terkait korporasi dapat dipertanggungjawabkan pidana.

Jelaslah sudah dengan Keadilan Restoratif sebenarnya selaras dengan harapan dan dambaan bagi setiap pekerja (buruh), untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.

Dalam istilah O. Notohamidjojo dalam bukunya berjudul ” Memanusiakan Manusia”. Sesuai dengan Rechts idee ( cita hukum) dalam Pembukaan UUD NKRI tahun 1945. Yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur. (*)

* Oleh : Dr. Hamonangan Albariansyah SH MH, Dosen FH Universitas Sriwijaya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button