OPINI

Hukum Adat dalam Sila Ketiga Pancasila

MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Pro Dr Hazairin sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto dan Soelaiman B. Taneko, dalam buku Otje Salman Soemadiningrat, 2003 halaman 139 mengatakan bahwa masyarakat masyarakat hukum adat …… adalah kesatuan kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri.

Yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya ……

Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajiban. Penghidupan mereka berciri komunal, dimana gotong royong, tolong menolong, serasa dan semalu mempunyai peranan besar.

Konsep ini merupakan pengaruh dari agama Islam terhadap hukum adat, seperti disebutkan Alquran surat Ali Imran ayat 103 :

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali ( agama) Allah, dan jangan kamu bercerai berai….lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang orang yang bersaudara.”

Masyarakat hukum adat dibentuk dan diintegrasikan oleh sifat dan corak fundamental yang sangat menentukan yaitu cara hidup gotong royong, dimana kepentingan bersama mengatasi kepentingan kepentingan individu.

Implikasinya cara hidup seperti ini terlihat misalnya dalam kegiatan gugur gunung di Jawa.

Setiap orang individu anggota masyarakat dengan suka rela memberikan kemampuannya baik materi uang, beras, dan barang barang lainnya — maupun non materil – tenaga dan pemikiran – dalam kegiatan kemasyarakatan.

Kegiatan ini biasanya ditujukan untuk membangun sarana sarana kepentingan bersama seperti pembuatan masjid, tanggul penahan air atau sistem irigasi atau semua kegiatan yang dianggap akan membawa keuntungan untuk seluruh anggota masyarakat.

Cara hidup ini berawal dari adanya asumsi masyarakat tentang persatuan atau kerukunan – berakar dari pandangan hidup komunalistik- yang akan menjadikan masyarakat tetap berada pada alur kebersamaan.

BACA JUGA  Humas Pemerintah Dituntut Adaptif di Era Digital

 

Paham Kebangsaan

Jiwa kebersamaan tersebut tergambar pada sila ketiga dari Pancasila.

Sila Persatuan Indonesia yang merupakan prinsip kebangsaan, menjadi prinsip pokok dari Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan pemersatu berbagai keragaman masyarakat.

Sila kebangsaan ini yang membuat Pancasila yang diterima sebagai dasar negara pada sidang BPUPK, karena ia berdiri di atas semua golongan, dan mendasari pendirian negara nasional yang melindungi semua keragaman yang ada.

Itulah sebabnya pada pidato Sukarno tanggal 1 Juni 1945 menempatkan kebangsaan sebagai sila pertama, karena menurut beliau, kita sedang mendirikan negara semua untuk semua, bukan negara untuk satu orang dan satu golongan.

Negara semua buat semua inilah yang disebut sebagai negara nasional, dimana tali persatuannya ialah paham kebangsaan.

Artinya bangsa ini kehendak sebuah masyarakat yang beragam untuk hidup bersama. Kehendak hidup bersama ini membuat masyarakat tersebut bersatu dalam satu jiwa.

Dalam kerangka sila ketiga ini, Bung Hatta juga memiliki pemikiran yang senada dengan Bung Karno.

Menurutnya, Persatuan Indonesia mengandung di dalam nya cita cita persahabatan dan persaudaraan segala bangsa, diliputi oleh suasana kebenaran, keadilan dan kebaikan, kejujuran, kesucian dan keindahan yang senantiasa dipupuk oleh alamnya.

Rasa persatuan Indonesia dipupuk pula kemudian oleh keinsyafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan.

Keinsyafan itu bertambah besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama diderita, mujur sama didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam dalam hati dan otak ( Hatta, Pengertian Pancasila).

Pentingnya persatuan Indonesia yang merupakan modal bagi tumbuh nya semangat kebangsaan ini menjadi prasyarat utama bagi kemerdekaan Indonesia.

BACA JUGA  Aku Memang Bodoh

Dalam merefleksikan pentingnya kemerdekaan, Bung Hatta menegaskan bahwa cita cita persaudaraan manusia dan bangsa bangsa di dunia ini akan tercapai jika rakyat Indonesia berhasil menyelamatkan terlebih dahulu bangsanya sendiri dari penjajahan.
(Hatta, Kebangsaan dan Kerakyatan). (*)

 

 

* Oleh : Albar Sentosa Subari, Dosen Purna dan Ketua Pembina Adat Sumsel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button