OPINI

Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat

Seseorang patut dipidana walaupun perbuatannya tidak diatur dalam undang-undang ini.

MAKLUMATNEWS com, Palembang — ISTILAH Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat adalah istilah Perundangan undangan yang termuat dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana 2023.

Hal tersebut dimuat dalam Pasal 2 berbunyi;

Ayat 1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya HUKUM YANG HIDUP DALAM MASYARAKAT ( huruf kapital oleh penulis) yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang ini.

Ayat 2. Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam undang-undang ini dan sesuai dengan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa bangsa.

Ayat 3 Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dr. Eva Achjani Zulfa, dkk, dalam buku berjudul ‘Perkembangan Asas Asas Hukum Pidana’ (Persandingan Buku 1 KUHP Lama dan Baru), mengatakan pada era saat ini kebutuhan atas pengakuan norma adat masih DIBUTUHKAN ( huruf kapital oleh penulis).

Sifat darurat ketentuan undang-undang tersebut harus diubah dengan ketentuan yang sifatnya permanen.

Tidak dipungkiri banyak nya pengaturan tindak pidana adat dalam berbagai PERATURAN DAERAH ( huruf kapital oleh penulis) yang membutuhkan ketentuan yang menjadi dasar dianggap sebagai suatu bentuk pernyataan dan pengakuan adanya Tindak Pidana Adat dan sekaligus menjadikannya bagian dari sistem hukum Indonesia melalui norma dalam hukum pidana materiil melalui ketentuan ini.

Pada dasarnya ketentuan ini TIDAK ( huruf kapital oleh penulis) mengecualikan asas legalitas di mana Peraturan Daerah dalam ketentuan penjelasan menjadi wadah untuk menentukan bestandel atau unsur unsur atas perbuatan yang dimaksud berikut sanksinya sebagaimana dalam Pasal 597 KUHP Baru di mana sanksinya ditentukan dalam batasan tertentu.

BACA JUGA  Evaluasi Pembelajaran

KUHP Baru dalam bab XXXIV tentang Tindak Pidana Berdasarkan Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat.

 

Pasal 597

Ayat (1). Setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.

Ayat (2) Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa PEMENUHAN KEWAJIBAN ADAT sebagai mana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf f.( Pemenuhan kewajiban adat setempat).

Makna ketentuan KUHP Baru tersebut, di Sumatera Selatan hal tersebut sudah dilakukan dengan mengumpulkan data di lapangan tentang hukum yang hidup dalam masyarakat khususnya pidana adat.

Oleh Dewan Penasehat dan Pembinaan Adat Istiadat Sumatera Selatan dengan dasar hukumnya Keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Selatan tanggal 22 Agustus 1996 Nomor 675/SK/III/PA dan tanggal 22 Agustus 1998 Nomor 674/SK/III/1998.

Pengumpulan bahan bahan informasi dilakukan melalui penelitian mengenai bahan adat istiadat yang bersumber dari;

1. Oendang Oendang Simboer Tjahaja

2. Buku Kedudukan dan Peranan Lembaga lembaga adat di Sumatera Selatan setelah berlakunya undang-undang nomor 5 tahun 1979., yang merupakan hasil penelitian yang dilakukan atas dasar kerjasama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dengan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya tahun 1987

3. Hukum Delik Adat dalam Peradilan Rapat Marga Palembang ( 16 Mei 1939, tidak diterbitkan terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh H.M.Ali Amin, SH, sebagai disertasi W.F. Lublink-Waddik dengan judul Adatdelichtenrecht in de Rapat – Marga -rechtspraak Van Palembang ( Rchtshoogschool Batavia ( Jakarta), 1939.

Akhir dari penelitian tersebut lahirlah 10. Kompilasi Adat Istiadat yang tersendiri sepuluh kabupaten kota ( sebelum pemekaran) dan dilanjutkan dengan penyusunan Lukisan Adat Istiadat Masyarakat Sumatera Selatan, yang diterbitkan oleh Penerbit UNSRI , tahun 2002 dalam dua bahasa ( Indonesia dan Inggris).

BACA JUGA  Hukum Adat Sebagai Sarana Pengendalian Sosial

Khusus mengenai Pidana Adat ( istilah yang digunakan oleh Dewan Penasehat dan Pembinaan Adat Sumatera Selatan Bengkulu: Adat Perhukuman.

Dimuat dalam Pasal 1 sampai dengan Pasal 64.

Sebagai tindak lanjut dari hasil kompilasi tersebut yang menggunakan pola Simbur Cahaya, agar menjadi payung hukum nya harus dijabarkan dalam PERDA KABUPATEN.

Salah satu kabupaten di Sumatera Selatan yang telah membuat Perda dimaksud adalah Kabupaten Banyuasin nomor 9 tahun 2012 tentang Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan Kompilasi Adat Istiadat Kabupaten Banyuasin, di mana penulis ikut terlibat langsung menyusun perda dimaksud sebagai Nara sumber dari Dewan Penasehat dan Pembinaan Adat Sumatera Selatan Bengkulu.

Simpulan bahwa hasil kerja 2012, setelah berlakunya undang-undang nomor 1 tahun 23 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana, yang akan diberlakukan secara efektif tahun 2026, untuk Sumatera Selatan khususnya Kabupaten Banyuasin, sudah tersedia.

 

Oleh Albar Sentosa Subari, Dosen Purna FH Unsri dan Ketua Pembina Adat Sumsel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button