Dekrit 5 Juli 1959 Momentum Kembali Ke Cita cita Luhur Proklamasi
Oleh : Albar Santosa (Pegiat Literasi, dan Pemerhati Pendidikan Kebudayaan Sumsel)

MAKLUMATNEWS.com, Palembang,—–Pada tanggal 5 Juli 2024 ini kita kembali teringat sejarah peristiwa yang sangat penting bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu Peristiwa bersejarah yaitu Dekrit Presiden Republik Indonesia bung Karno pada tanggal 5 Juli 1959.
Pada saat Dekrit Presiden 6 Juli 1959 yang menjadi dasar jalan nya roda pemerintahan adalah Undang-undang Dasar Sementara 1950.
Yang namanya sementara ya tentu harus ditetapkan atau disahkan nya Undang Undang Dasar yang permanen.
Namun dalam pelaksanaannya Undang Undang Dasar Sementara 1950, menurut Presiden Soekarno menekan jiwa revolusi, menghambat jalannya arus revolusi, mematikan cara berfikir revolusioner, yang berdampak subur nya segala aliran konvensional dan konservatif, pada hal Presiden Soekarno telah mengingatkan bahwa ” The Constitution is Made for men, and not men for the Constitution ( konstitusi dibuat untuk mengabdi kepada manusia, dan bukan manusia dibuat untuk mengabdi kepada konstitusi ( lihat Merphin Panjaitan, 2021: 164).
Dalam situasi tidak menentu lembaga Konstituante yang ditugaskan oleh peraturan perundang-undangan waktu itu adalah suatu badan atau lembaga yang bernama Konstituante yang bertugas menyusun Undang Undang Dasar yang baru.
Ternyata dalam jalan nya proses persidangan Konstituante tidak mampu menyelesaikan tugas yang dibebankan oleh negara.
Konstituante gagal menjaga atau penyelamat Revolusi; dan karena itu, demi kepentingan Nusa dan Bangsa, demi keselamatan Revolusi Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan DEKRIT, yang kemudian dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ( di dalam istilah kenegaraan ” Negara Dalam Keadaan Darurat sebagai mana pernah disampaikan oleh bapak Toto Kasihan, SH , dosen Hukum Tata Negara dan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya).
Tentu pertanyaan kita adalah kenapa sampai hal itu terjadi. Menurut dokumen yang ada disebutkan bahwa dalam sidang konstituante timbul perdebatan mengenai dasar negara yang akan dituangkan dalam undang undang dasar pengganti UUD Sementara 1950, dan akibatnya sidang konstituante macet; lembaga negara yang sudah bekerja sejak November 1956 hingga April 1959, belum berhasil menyusun undang-undang dasar baru. Okeh karena itu dalam pidato di depan sidang Konstituante 22 April 1959, Presiden Soekarno melihat situasi yang demikian memanas , menganjurkan agar memberlakukan kembali UUD 1945. Pada tanggal 30 Mei 1959 dilakukan pemungutan suara terhadap usul Pemerintah untuk kembali ke UUD 1945, hasilnya, setuju 269 suara lawan tidak setuju 199 suara, anggota yang hadir 474 orang. Artinya, tidak tercapai dua pertiga suara seperti yang disyaratkan UUDS 1950 Pasal 137 ayat (2) yang menyatakan Undang Undang Dasar yang baru berlaku, jika rancangan nya telah diterima dengan sekurang kurangnya dua pertiga dari jumlah suara anggota yang hadir dan kemudian disahkan oleh Pemerintah. Sesuai dengan ketentuan tata tertib Konstituante, diadakan pemungutan suara dua kali lagi. Pemungutan suara terakhir dilakukan pada tanggal 2 Juni 1959, dan jumlah suara dua pertiga tetap tidak tercapai, dan keesokan harinya 3 Juni 1959, Konstituante reses dan ternyata untuk selamanya.
Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan DEKRIT.
Inti Dekrit 5 Juli 1959 ialah;
1, Pembubaran Konstituante;
2, UUD 1945 berlaku kembali dan
3, Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung.
Sebagai sarjana hukum tentu kita akan bertanya apa yang menjadi dasar dekrit presiden tersebut.
Dasarnya tidak lain adalah Negara Dalam Keadaan Darurat.
Pertanyaan kedua pada diktum pertama Dekrit adalah Pembubaran Konstituante baru disusul pemberlakuan kembali UUD 1945.
Secara sistematis berpikir bagi kita adalah logika hukum yang mendasarinya. Bahwa tidak mungkin memberlakukan sesuatu persoalan atau lembaga yang seharusnya mengambil keputusan masih hidup saat mengambil tugasnya tentu tidak mungkin. Pasti akan melakukan penolakan.
Kalau kita ilustrasi dengan sistem pewarisan tidak boleh atau tidak sah seorang ahli waris mengambil haknya sebelum pewarisnya ( yang punya harta) meninggal dunia.
Kasus kasus perebutan harta warisan ada yang sampai ke pengadilan di mana anak kandung menggugat orang tua nya yang masih hidup ( sistem pewarisan Islam)..
Malah ada yang tega melaporkan ibunya ke polisi dengan tuduhan melakukan perbuatan pidana. ( Harian daerah yang terbit Jumat 28 Juni 2024, dengan judul Hj. Kannut Penuhi Panggilan Polisi).
Sehingga tepat tindakan Presiden Soekarno untuk membubarkan dulu Konstituante baru memberlakukan UUD 1945.
( Penulis teringat dengan isi pelajaran PPKN sewaktu di SMA tahun 1971. Gurunya adalah alm Bapak Lukman Hakim, SH. Alfatihah.
Sebagai catatan terakhir bahwa Dewan Pertimbangan Agung, Republik Indonesia, sejak reformasi melalui amendemen UUD 1945 telah dihapuskan.
Di mana di zamannya sebelumnya DPA, berfungsi sebagai penasehat atau lembaga yang memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengambil kebijakan yang urgent.
Presiden Soekarno, dalam pidato pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke empat belas tahun, pada tanggal 17 Agustus 1959, dengan judul : Tahun 1959 adalah Tahun Penemuan Kembali Revolusi Kita, menyatakan; dari dulu mula, tujuan kita ialah masyarakat adil dan makmur, masyarakat yang demikian tidak jatuh dari langit saja, masyarakat seperti itu harus diperjuangkan, masyarakat harus dibangun. Sejak 1956 kita ingin memasuki alam pembangunan, pembangunan semesta dan untuk itu kita harus mengadakan perbekalan perbekalan dan peralatan peralatan terlebih dahulu. Setelah pembangunan besar besaran itu, kita akan mengalami masyarakat adil dan makmur: alamnya masyarakat ” murah sandang murah pangan.
Dalam pidato berjudul Tahun 1959 adalah Tahun Penemuan Kembali Revolusi Kita. Presiden Soekarno mengungkapkan, bahwa beliau telah mengingatkan agar Konstituante membuat Undang Undang Dasar yang cocok dengan jiwa revolusi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk memberi semangat kepada rakyat Indonesia beliau dalam pidato Hari Ulang Tahun Proklamasi yang kelima belas pada tanggal 27 Agustus 1960, diberinya judul : Laksana Malaikat Yang menyerbu Dari Langit. : jalannya revolusi kita..
Tentu semangat revolusi yang berkobar kobar dari pidato. Presiden Soekarno tersebut tidak akan hilang begitu saja tanpa usaha yang kongkrit..
Walaupun kita mencapai banyak kemajuan di bidang politik, di belakang bidang kehidupan lainnya kita masih terbelakang. Masyarakat kita mengedepankan status dari pada prestasi, gelar pendidikan dipajang berderet deret tetapi tidak disertai dengan prestasi kerja. Status sosial di atas segalanya, prestasi tak punya makna, pola pikir dan perilaku seperti ini sayang nya mendapat pembenaran di tengah masyarakat. Emosi dipupuk, ratio dikubur, dalam interaksi antar warga masyarakat berbeda, terutama berbeda suku atau agama, kebencian dan permusuhan dikobarkan dan persamaan dengan persaudaraan itu kebangsaan Indonesia dilupakan . Perjuangan masih berat, tetapi harus dilanjutkan karena kita tidak punya pilihan lain, dan untuk itu dibutuhkan revolusi lanjutan, yaitu revolusi ilmiah, revolusi industri dan revolusi kesadaran kedua.
Revolusi ilmiah dan revolusi industri memajukan ilmu, tekhnologi dan seni. Revolusi kesadaran kedua mengaitkan ekonomi dengan ekologi.
Ledakan penduduk membuat banyak negara gagal meningkatkan kesejahteraan rakyatnya: gagal mencukupkan fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, pangan , pakaian, perumahan dan berbagai kebutuhan hidup lainnya. Di Indonesia juga terjadi ledakan penduduk pada tahun 2020, penduduk Indonesia sekitar 270 juta orang, dengan angka pertumbuhan penduduk sekitar 1,5 persen per tahun. Sehingga perlu mencari strategi untuk mensiasati nya.
Tentu salah satu siasatnya adalah seperti yang disampaikan oleh Merphin Panjaitan dalam pengantar bukunya seperti disebut di atas adalah harus terjaga Perdamaian dan Keadilan. Adalah kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama umat manusia: semua orang membutuhkan perdamaian dan keadilan dan oleh karena itu seharusnya semua manusia baik secara pribadi maupun kelompok harus mampu berdamai dan bertindak adil. Perdamaian dapat diwujudkan kalau mata rantai kebencian, permusuhan dan kekerasan diputuskan; hukum mata ganti mata, pada akhirnya semua orang menjadi buta, dan dengan hukum gigi ganti gigi pada akhirnya semua orang menjadi ompong. Keadilan adalah kondisi kondisi di mana semua pihak mendapatkan apa yang menjadi haknya, keadilan bagi semua harus menjadi semboyan para pejuang demokrasi: dan negara harus sungguh sungguh menegakkan keadilan, karena penegakan keadilan adalah fungsi utama negara.
Kekayaan dan kemakmuran bisa saja tertunda, tetapi keadilan harus selalu tersedia: negara harus menyediakan keadilan bagi semua, bagi seluruh penduduk tanpa melihat perbedaan mereka, karena semua orang berhak menerima keadilan.
Bicara tentang Keadilan ada buku khususnya membicarakan nya yaitu berjudul Demi Keadilan. Memanusiakan manusia karangan O. Notohamijoyo.