MOZAIK ISLAM

Menetapkan Hati Untuk Berhijrah

SETIAP orang punya cara dalam mewujudkan cita-cita. Setiap orang juga punya jalan menuju jalan berhijrah. Ada yang melalui kesenangan, ada pula melalui kesulitan.  Semua itu adalah cara Allah untuk menunjukkan jalan bertaubat dan berhijrah kepada jalan yang benar. Adalah suatu hal yang gamblang bagi kaum beriman, bahwa tujuan hidup setiap insan adalah mewujudkan penghambaan kepada Allah Rabb seru sekalian alam. Penghambaan kepada Allah tegak di atas dua pilar, yaitu puncak perendahan diri dan puncak kecintaan. Orang yang merendahkan diri kepada Allah dan mencintai-Nya akan tunduk kepada perintah dan larangan-Nya.

Dia akan melakukan apa-apa yang Allah cintai dan meninggalkan apa-apa yang Allah benci. Oleh sebab itu ibadah meliputi segala hal yang membuat Allah ridha, berupa keyakinan, perkataan, dan amal perbuatan dengan anggota badan. Inilah hakikat keimanan.  Pokok-pokok keimanan adalah amalan-amalan hati, karena tidaklah bermanfaat amalan lahiriah tanpa dilandasi keyakinan dan keikhlasan dari dalam hati. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh malaikat Jibril yang datang dalam bentuk manusia lalu menanyakan tentang iman, beliau menjawab bahwa iman itu adalah, “Kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim). Para ulama salaf menegaskan bahwa iman itu mencakup ucapan dan amalan. Ucapan hati dan ucapan lisan serta amalan hati dan amal anggota badan. Iman bertambah dengan amal salih dan ketaatan serta berkurang akibat maksiat dan kedurhakaan. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah takutlah hati mereka, apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya, dan kepada Rabbnya mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfal [8]: 2) Iman itu sendiri adalah amal dengan makna yang luas.

Oleh sebab itu ketika ditanya oleh sebagian sahabatnya mengenai amal apakah yang paling utama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman kepada Allah dan rasul-Nya.” (HR. Bukhari).

Hidayah Harus Diraih

Sebagaimana amal anggota badan adalah bagian dari iman secara syar’i. Oleh sebab itu di dalam Al-Qur’an,  Allah menyebut shalat dengan iman. Allah berfirman, “Dan Allah sama sekali tidak akan menyia-nyiakan iman kalian.” (QS. Al-Baqarah [2] : 143). Para ulama tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘iman’ dalam ayat ini adalah sholat yang dilakukan oleh kaum muslimin sebelum perpindahan kiblat. Maksudnya Allah tidak akan menyia-nyiakan amal shalat mereka.  Tapi, jangan langsung berpikir, hanya menunggu Allah memberikan jalan (hidayah) itu, baru taubat (hijrah). Jika engkau tak raih manalah datang begitu saja. Raihlah, dengan mendekati hidayahmu. Seperti tadi disinggung, saat senang ingatlah Allah. Dialah yang memberimu kesenangan (kekayaan). Saat kesulitan, ingatlah Allah bahwa ini merupakan teguran agar kita lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam hadist Qudsi yang shahih, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tersesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku akan berikan petunjuk kepada kalian”. Oleh karena itu, Allah Ta’ala yang maha sempurna rahmat dan kebaikannya, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk selalu berdoa memohon hidayah taufik kepada-Nya, yaitu dalam surah al-Fatihah: “Berikanlah kepada kami hidayah ke jalan yang lurus”.

BACA JUGA  Merenungi Surat Rumi kepada Menantunya

Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Doa (dalam ayat ini) termasuk doa yang paling menyeluruh dan bermanfaat bagi manusia, oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk berdoa kepada-Nya dengan doa ini di setiap rakaat dalam shalatnya, karena kebutuhannya yang sangat besar terhadap hal tersebut”.

 

Aku Berhijrah

Bida (32), seorang wanita yang bekerja sebagai profesional, kemarin dalam sebuah acara diskusi online tentang bagaimana mengelola uang secara syariah, Bida  mengenakan jilbab dan begitu tertib dalam mengucapkan setiap kalimat. Tidak seperti biasanya yang begitu meriah jika dalam acara-acara tertentu. Ia memang sering memberikan pandangan pada diskusi soal keuangan dan perdagangan karena keahliannya. Ketika dalam satu pertanyaan, soal dirinya berjilbab, dia mengakui, semua ini adalah kondisi yang sekarang dihadapi oleh masyarakat luas. “Saya harus menuju jalan yang syar’i. Saya takut sama Allah.” katanya dengan nada lirih. Suasana dengan munculnya wabah virus yang belakangan ini meluas di seluruh dunia membuat dirinya makin menguatkan untuk berhijrah.”Saya mau bertaubat. Kita tidak tahu entah kapan kita dijemput Allah. Sekarang suasana sangat memprihatinkan,” ujarnya menceritakan dengan keinginan untuk memulai lebih baik menjalani agamanya Islam.

Seorang sahabat bernama Yunyung (27), berkegiatan sehari-hari sebagai pebisnis alat-alat elektronik, mengatakan dirinya juga berhijrah dari kondisi yang serampangan kepada kondisi yang lebih baik sesuai ajaran Islam, karena merasakan kekayaannya ternyata malah membuatnya banyak masalah. “Sayanya, kurang bersyukur sepertinya. Saya akan melakukan kegiatan amal dari sejumlah kegiatan yang saya lakukan sehari-hari. Kita tidak ada ketenangan hati, kalau begini begini terus,”ujarnya. Ia yakin ia banyak lupa bersedekah. Ia juga melihat seorang kaya muallaf yang menjual rumah di Jawa Timur, miliaran rupiah, demi membantu masyarakat miskin. “Saya cemburu,” katanya ketika ditanya mengapa dirinya sekarang lebih banyak menuntut ilmu agama.

Banyak orang menemui jalan karean sadar setelah banyak melakukan dosa dengan tidak menjalankan ibadah secara rutin, mereka tersadar kemudian kembali kejalan Allah, bertaubat dan berhijrah lebih istiqomah menjalankan ibadah.

Firman Allah dalam Surat Al Insyirah ayat 5-6: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.  Bida dan Yungyung, menyiratkan bahwa walaupun mereka sungguh dalam soal ekonomi mampu, namun selalu ada kesulitan dan ketidak senangan. Yakin Allah akan memberikan kemudahan dan kegembiraan yang hakiki, bila menekuni agama Islam dengan baik. Berhijrah, taubat dengan benar.

BACA JUGA  Mitos tentang Bulan Safar Bulan Sial dan Bantahan Rasulullah SAW

Allah. Allah yang Maharahman dan Maharahim, memberi peluang kepada manusia untuk taubat atau berhijrah. Maka kita yang sering berbuat dosa terhadap diri sendiri, keluarga, kerabat, umat Islam, supaya menggunakan peluang tersebut. Dengan rahmat Allah memberikan kita jalan kembali kepada ketaatan, ampunan dan rahmat-Nya. Seperti firman-Nya “Dan Akulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2] :160)  Islam tidak membiarkan manusia berputus asa, namun kesalahan yang dilakukan karena keadaan Imannya sendiri yang bersifat yazid wa yanqus (suatu saat ia bertambah, pada saat yang lain justru berkurang). Di sinilah perlunya taubat agar bisa membawanya kepada rahmat Allah. Bahwa tak ada manusia yang bersih dari salah dan dosa. Selalu saja ada debu-debu lalai yang melekat. Sedemikian lembutnya, terlekatnya debu kerap berlarut-larut tanpa terasa. Di luar dugaan, debu sudah berubah menjadi kotoran pekat yang menutup hampir seluruh tubuh. Itulah keadaan yang kerap melekat pada diri manusia.

 

Taubat dan Rasa Sykur

Karena itu, segeralah insafi dan bertaubat. Dan harus bersyukur kepada Allah, karena memberi peluang taubat setiap saat. Begitupun, tentu tidak bermanka dapat melakukan lagi, lalu kembali bertaubat. Taubat adalah kewajiban kaum beriman. Allah Swt. berfirman, “Dan bertaubatlah kalian semua wahai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (QS. An Nuur [24] : 31) Patut kita camkan, Allah Swt. sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. Firman-Nya, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah [2] : 222) Dalam ayat lain Allah berfirman, “Dan orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa kemudian bertaubat sesudahnya dan beriman maka sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Mahapengampun dan Penyayang.” (QS. Al-Araaf [7]:153). Sebagai manusia berakal, sepantasnya bersegera menggapai keutamaan hijrah atau taubat.

Agar taubat diterima, Imam Nawawi (dalam Riyadhusshalihin), menyebutkan tiga syarat. Pertama, menyesal. Karena taubat tidak akan diterima bila sipendosa tidak menyesali kesalahan atau dosanya. Jika tidak adanya penyesalan, menunjukkan bahwa ia senang dengan perbuatan tersebut. Logikanya, bisakah seseorang itu dipercaya telah bertaubat sementara dia terus melakukan perbuatan dosa tersebut?   Maka, harus ada tekad yang kuat, keikhlasan, kesungguhan niat dalam bertaubat. Raihlah taubat mu.  Jangan sedikit rezeki langsung taubat. Banyak rezeki kembali maksiat. Taubat yang selayaknya dilakukan seorang hamba Allah yang ikhlas yaitu bila tidak separuh ia bertaubat. Itu yang disebut sebagai taubat nasuha, yaitu benar-benar dan sungguh-sungguh dengan kesadaran yang maksimal.(*)

Penulis: Bangun Lubis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button