HUKUM

Kontroversi Uang Setoran Rp 500 Juta Kasus Tipikor Polda Sumsel

MAKLUMATNEWS.com – Pengakuan menggemparkan dari seorang mantan Kapolres OKU Timur, Sumsel AKBP Dalizon, berbuah kontroversial. Asal muasalnya, dimuka persidangan Tipikor PN Palembang, 7 Agustus 2022 lalu,  terdakwa Dalizon mengaku terus terang telah menyetorkan uang senilai Rp 500 juta kepada mantan Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel Kombespol AS atasannya saat itu.

Aliran dana Rp 500 Juta per bulan inilah menjadi buah bibir dan sampai saat ini belum ada ujungnya kemana arahnya.

Namun demikian, pihak jajaran Polda Sumsel langsung merespon. Lewat juru bicaranya Kombespol Supriadi dengan jelas menegaskan Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) tidak pernah menerima aliran uang atau dalam bentuk apa pun yang diduga sebagai suap dan semacamnya atas proses penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor).

”Saya tegaskan, Polda Sumsel tidak pernah menerima pembagian/aliran setoran uang Rp 300 juta-Rp 500 juta seperti yang disampaikan oleh yang bersangkutan (terdakwa Dalizon). Polda Sumsel bekerja sesuai dengan asas profesionalisme,” kata Supriadi, didampingi Kepala Subbid Penmas Bidang Humas Polda Sumsel AKBP Erlangga.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Sumsel ini, secara substansi pengakuan terdakwa Dalizon tersebut masih perlu dibuktikan majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Palembang. Pembuktian dimaksud adalah apakah terdakwa seorang perwira tinggi menengah itu memiliki alat bukti atau pun saksi yang dapat dipertanggungjawabkan untuk kesaksian tersebut.

”Pengakuan terdakwa Dalizon itu merupakan hasil persidangan dan harus dibuktikan terlebih dahulu,” terang Supriadi.

Meskipun demikian dia memastikan, untuk mendukung proses pengungkapan kasus terdakwa Dalizon. Majelis hakim bisa memerintahkan kepada polisi atau jaksa untuk memberkas yang bersangkutan.

”Makanya kalau memang ada buktinya silakan diajukan oleh yang bersangkutan (Dalizon) ke penyidik baik itu Propam ataupun penyidik kriminal umum,” ujar Supriadi.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai hakim Mangapul Manalu tersebut, terdakwa Dalizon menyebutkan uang senilai Rp 500 juta tersebut disetornya setiap jatuh tempo per tanggal 5 per bulan, dengan bukti pesan singkat WhatsApp Kombespol AS diduga melakukan penagihan bila setoran macet.

Namun pernyataan terdakwa Dalizon telah dibantah Kombespol AS termaktub dalam berita acara pemeriksaan yang dibacakan jaksa penuntut umum saat sidang keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Rabu, 10 Agustus 2022.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/8/2022).(KOMPAS.com/ Tatang Guritno)

Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menduga Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri melindungi eks Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumatera Selatan Kombes Anton Setiawan di kasus suap Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).

“Kabareskrim Komjen Agus Andrianto harus transparan dan membuka kepada publik kasus Kombes Anton Setiawan yang terlibat dalam penerimaan aliran dana dari terdakwa AKBP Dalizon dalam kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Muba Tahun 2019,” ujar Sugeng dalam keterangannya, Ahad, 11 September 2022 sebagai dikutip MAKLUMATNEWS.com dari KOMPAS.COM.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), uang yang mengalir ke AKBP Dalizon mencapai Rp 10 miliar guna menutup kasus di Dinas PUPR Kabupaten Muba tersebut. Dari total Rp 10 miliar, Rp 4,750 miliar diduga mengalir ke Kombes Anton Setiawan yang saat itu masih menjabat Dirkrimsus Polda Sumsel. Uang tersebut diduga diberikan secara bertahap oleh AKBP Dalizon.

BACA JUGA  Dua Oknum Polisi Dilaporkan ke Propam Polda Sumsel, Ini Kasusnya..!

Sebagaimana keterangan AKBP Dalizon dalam sidang bahwa setiap bulan menyetor Rp 500 juta ke Kombes Anton.

“Dalam persidangan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Muba Tahun 2019 sendiri, Kombes Anton Setiawan tidak pernah hadir.

Pasalnya, JPU tidak pernah memaksa Kombes Anton Setiawan untuk menjadi saksi di persidangan,” kata Sugeng.

IPW menilai AKBP Dalizon hanya dijadikan korban oleh institusi Polri. Sementara atasannya, yakni Kombes Anton Setiawan dilindungi oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum.

Oleh karenanya, Sugeng meyakini ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBP Dalizon.

“Hal ini sangat jelas terlihat karena penanganan perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri. Artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton muncul dalam pemeriksaan. Namun, keterlibatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka,” ujar Sugeng.

Jika ditelusuri secara materiil dengan apa yang diungkap dalam dakwaan JPU, kata Sugeng, terang benderang ada aliran dana gratifikasi ke Kombes Anton.

Menurutnya, benang merah itu sangat terlihat jelas bahwa korupsi yang terjadi bukan hanya melibatkan AKBP Dalizon.

“Apakah Bareskrim memang sengaja melindungi koruptor di kandangnya sendiri. Pasalnya, Anton Setiawan setelah dimutasi dari Dirkrimsus Polda Sumsel bertugas di Dittipidter (Direktorat Tindak Pidana Tertentu) Bareskrim Polri,” katanya.

Kejanggalan lain di kasus AKBP Dalizon tersebut turut diungkap Sugeng. Salah satunya, Bareskrim tidak mengenakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Akibatnya, Kombes Anton Setiawan menjadi tidak tersentuh oleh aliran uang dari AKBP Dalizon.

Padahal, kata Sugeng, jika masyarakat biasa melakukan dugaan tindak pidana, pihak Bareskrim biasanya langsung menyematkan pasal TPPU dengan mengorek semua aliran keuangan, termasuk memblokir rekening bank terduga pelaku tindak pidana dan orang-orang yang mendapat aliran dananya.

“Kenapa UU TPPU itu tidak diterapkan bagi anggota Polri?” kata Sugeng.

BACA JUGA  Ratusan Kades Se-Sumsel Akhirnya Mempolisikan Oknum Pengusaha yang Menghina Profesi Kades

Untuk itu, IPW mendesak Kabareskrim membersihkan jajarananya. Sugeng menyebut, pimpinan Polri seharusnya tidak lagi melindungi anggota Polri yang melakukan penyimpangan-penyimpangan.

“Hal ini untuk mewujudkan institusi Polri bebas dari segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme yang diatur oleh peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Pengakuan AKPB Dalizon dalam sidang AKBP Dalizon, yang merupakan terdakwa kasus suap Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumsel, mengungkap fakta baru di persidangan.

Dalizon mengatakan, ia setiap bulan harus menyetor sejumlah uang kepada atasannya, mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel Kombes Anton Setiawan.

“Dua bulan pertama saya wajib setor Rp 300 juta ke Pak Dir (Anton). Bulan-bulan setelahnya, saya setor Rp 500 juta sampai jadi Kapolres. Itu jatuh temponya setiap tanggal 5,” ujar Dalizon.

Pengakuan tersebut langsung mendapat reaksi dari majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu. Anton Mangapul lantas bertanya dari mana uang dengan nominal besar tersebut berasal. “Saya lupa (uangnya dari mana) Yang Mulia, tapi yang jelas ada juga dari hasil pendampingan. Bayarnya juga sering macet, buktinya itu dapat WA (ditagih),” ujar Dalizon.

Dalam persidangan, Dalizon juga mengungkapkan alasannya ingin membuka kasus secara gamblang. Dalizon mengaku bahwa ia sangat kecewa atas sikap atasan maupun anak buahnya. Pasalnya, saat itu ada tiga anak buahnya yang ikut diperiksa di Paminal Mabes Polri, yakni tiga kanit di Ditreskrimsus Polda Sumsel bernama Pitoy, Salupen, dan Hariyadi, yang memohon kepadanya untuk dilindungi. “Mereka minta tolong, ‘Komandan, tolong kasihani anak istri kami. Tolonglah komandan, kalau komandan menolong kami, sama saja dengan menolong 100 orang meliputi keluarga kami’,” ujar Dalizon menirukan perkataan anak buahnya.

“Kenapa saya berubah pikiran untuk membuka semuanya, karena saya tahu Pak Direktur menjelek-jelekkan saya di belakang. Anggota juga mengkhianati saya, mereka tidak memenuhi janji untuk mengganti uang yang saya gunakan untuk menutupi yang mereka terima,” katanya menambahkan.

Mendengar pernyataan tersebut, hakim lalu menyinggung apakah Dalizon masih sayang pada bawahannya. “Tidak lagi, Pak Hakim,” jawabnya singkat.

Menyinggung soal aliran dana sebesar Rp 10 miliar yang diduga bersumber dari Dinas PUPR Muba, Dalizon sama sekali tidak menampiknya. Ia berujar, uang tersebut diberikan melalui Bram Rizal, salah seorang Kabid Dinas PUPR Muba yang mengaku sebagai sepupu Bupati.

“Sebanyak Rp 2,5 miliar dari hasil kejahatan ini untuk saya. Terus Rp 4,25 miliar untuk Dir, sisanya saya berikan kepada tiga kanit. Terus, ada Rp 500 juta fee untuk Hadi Candra,” ungkap Dalizon.(*)

Reporter : Yola

Editor      : Aspani Yasland

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button