KELUARGA

OBITUARI Tokoh Pers Sumsel Asdit Abdullah : Wartawan itu Profesi Mulia

MAKLUMATNEWS.com –  Begitu cepat waktu berlalu meninggalkan kita tanpa terasa. Baru saja menyaksikan betapa dahsyatnya ibadah haji, tiba-tiba musim haji ternyata sudah berakhir, pun Idul Adha.  Begitu pun waktu tak terasa, ternyata sudah 40 hari seorang tokoh pers Sumatera Selatan (Sumsel) Drs. H. Asdit Abdulah, Msi meninggalkan kerabat dan insan pers daerah ini. Mantan Ketua PWI Cabang Sumsel ini dipanggil Allah Swt, Senin, 30 Mei 2022 lalu, dalam usia usia 72 tahun.

Kata-kata bijak mengatakan bahwa memang waktu telah diatur, waktu lahir, waktu hidup, dan waktu meninggalkan dunia. Hanya penciptanya yang tahu. Persiapkan diri dengan waktu hidup selagi masih bisa diperbaiki.

Bagi kalangan wartawan di kota Palembang dan Sumsel umumnya, tentu mengenal sosok almarhum, terlebih lagi bagi “Wartawan 789” yakni wartawan yang berkhitmad di tahun 70-an,80-an dan 90-an. Pak Asdit—begitu panggilan akrabnya—adalah salah satu tokoh pejuang dan perintis pers di Sumsel ini. Nyaris sebagian besar usia kehidupan pria kelahiran 14 April 1950 asal Desa Pagimana Kabupaten Luwuk Banggai, Sulawesi Tengah, ini, dihabiskannya untuk dunia pers.

Satu hal menarik yang diingat penulis dari sosok Pak Asdit ini adalah bahwa dia adalah seorang demokrat dan egaliter. Ketika dia diamanahi sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel 1991-1999, dia sama sekali tidak alergi terhadap wartawan-wartawan muda yang mendirikan kelompok wartawan diluar organisasi PWI. Meski dalam suasana Orde Baru dan PWI menjadi satu-satunya wadah wartawan, Pak Asdit sama sekali tidak melarang, apalagi memusuhi para jurnalis muda tersebut, bahkan dia mendorong dan sering melakukan diskusi bersama untuk berkontribusi memajukan dunia pers di daerah ini. Padahal, dia mampu untuk memberangus organisasi diluar PWI tersebut. Tapi dia berprinsip memilih berkolaburasi mutualisme. Saat itu ada Forum Wartawan Sumsel (FWS) dan Arisan Koresponden (AKP). Dan banyak lagi yang bisa dipetik soal kepribadian almarhum yang memiliki Kartu Pers Wartawan Utama ini.

BACA JUGA  Ketika Kelezatan Ibadah tidak Bisa Dirasakan Lagi

“Salut dan saya hormat sekali kepada beliau, ngemong dan teman diskusi yang hangat” ujar Sahnan Rangkuti, wartawan senior Kompas yang saat itu bertugas di Sumsel.

Terhadapa fenomen ini, mengapa dia bersikap begitu ksatria? Ketua PWI Sumsel dua periode menggantikan tokoh pers Sumsel Ismail Djalili, berujar sebagaimana dikutip dari Buku “Wartawan Hebat 789”, “Saya memperlakukan sama sesama insan pers di Sumsel dari wartawan yang senior dan junior baik para onwer dan pimpinan media hingga wartawan”.

Memang sepanjang hidup Pak Asdit yang pernah menyandang jabatan Sekretaris Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) ini, diabdikan di dunia kewartawanan. Bayangkan sejak usia 21 tahun, almarhum ini sudah menjadi wartawan pada tahun 1971. Ketika itu, Pak Asdit menjadi wartawan di koran Suara Rakyat Semesta (SRS) Palembang yang didirikan oleh pamannya H. Djadil Abdullah. Dan beberapa tahun kemudian, dia akhirnya sejaka 1978 dipercaya total sebagai Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi SRS Palembang.

Koran SRS harus diakui banyak menelurkan generasi muda pers Sumsel. Wartawan yang sekarang sudah lanjut usia dan sudah sukses berkiprah di lembaga pers kredibel dan mapan, tidak sedikit berasal dari alumni koran yang dulu berlokasi di Jalan Indra Talang Semut Palembang.

Di mata Pak Asdit, dunia wartawan adalh profesi mulia (nobel). “ Dan bagi saya wartawan itu juga “kaya”. Karena tidak ada seorangpun memilih menjadi wartawan dengan kemampuan ilmu yang pas-pasan dan fakir. Wartawan itu memiliki jaringan yang luas dan pergaulan yang mentereng dari pejabat kelas wahid hingga anak jalanan, dari pengusaha kakaphingga pedagang pinggir jalan bahkan ustadz hingga preman pasar. Tidak ada profesi sekaya dan seluar-biasa wartawan”.

BACA JUGA  Gubernur Herman Deru : Masyarakat Sumsel  Sudah Sangat Dewasa  Dalam Berdemokrasi

Pak Asdit yang dosen Ilmu Komunikasi Stisipol Candradimuka Palembang ini dengan rendah hati mengatakan, “ saya menjadikan profesi kewartawan dengan segala jabatan yang melekat sebagai sarana persahabatan, kebersamaan dan keakraban. Tak ada sedikitpun saya jumawa dengan semua itu”.

Pak Asdit memang wartawan senior dengan berbagai pengalaman baik sebagai wartawan maupun sebagai organisatoris pers. Tahun 1974 dia pernah mengikuti Pendidikan dn Pelatihan Wartawan Kerjasama PWI, LP3S dan Lembaga Pendidikan dan Konsultasi Pers  dan sekamar dengan Dahlan Iskan (Pemilik Jawa Pos)

Lulusan Stisipol Candradimuka Palembang 1988 dan Sarjana Magister Administrasi Pemerintahan ini selalu menekankan kepada generasi muda pers bahwa menjadi wartawan adalah profesi yang mulia karena berorientasi kepada kepentingan orang banyak dan menegakakan kebenaran dan keadilan, sehingga tidak mengherankan seringkali bersentuhan dan berhadapan degan tekanan, resiko dan ancaman sebagai konsekuensinya.

Akhirnya kata-kata bijak mengatakan, waktu memang cepat berlalu ketika kita berada di lingkungan orang-orang yang kita cintai. Semoga Pak Asdit mendapat tempat terbaik di sisi Allah Swt. Amal ibadahnya diterima dan diampuni dosa-dosanya serta dilapangkan kuburnya, aamiin.(*)

Editor : Aspani Yasland

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button