HUKUMKRIMINALITAS

Meski Sudah Ada Perdamaian Kasus Pelecehan Oknum Dokter MY Tetap Berlanjut

MAKLUMATNEWS.com, Palembang — Anda mungkin masih ingat dengan kasus oknum dokter yang melecehkan pasiennya?

Kejadiannya belum lama ini di RS Bunda Medika Jakabaring. MY nama oknum dokter itu. Sedangkan korbannya berinisial TAF.

Pelaku MY mengaku sudah berdamai dengan korban TAF sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Namun pihak korban menyebut perdamaian hanya dapat meringankan pidana dan tak dapat menghentikan perkara.

 

Restorative Justice

Selain memastikan adanya perdamaian, oknum dokter MY juga meminta kepada polisi agar kasus tersebut dapat diselesaikan dengan Restorative Justice (RJ).

Kuasa hukum TAF, Ridho Junaidi mengatakan, meski sudah ada perdamaian hal itu hanya dapat meringankan hukuman tersangka, bukan untuk menghentikan perkara.

“Jadi perdamaian secara hukumnya dalam perkara asusila ini adalah untuk meringankan hukuman bukan menghentikan perkara,” kata Junaidi, Selasa (23/4/2024).

Karena menurutnya, sejak awal MY tidak mengakui perbuatannya mencabuli TAF.

Adanya perdamaian itu, Ridho menilai secara tidak langsung MY berarti sudah mengakui perbuatannya mencabuli TAF

“Justru jika benar ada uang damai tersebut, uang damai tersebut membuktikan bahwa benar pelaku melakukan perbuatan asusila tersebut, karena untuk apa uang sebesar itu diberikan.

Karena yang ingin digali di sini adalah kebenaran, sedangkan MY tidak mengakui perbuatannya,” katanya.

Dijelaskannya, pada surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada 29 Februari 2024 dari Ditreskrimum Polda Sumsel ke Kejati Sumsel diterapkan pasal 6b dan atau pasal 15 ayat 1 huruf b UU nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (UUTPKS).

“Penerapan pasal dalam SPDP tersebut berdasarkan pengumpulan alat bukti selama proses penyelidikan yang telah menelan waktu lebih kurang 68 hari (lebih kurang 2 bulan 1 minggu) barulah kemudian disimpulkan berdasarkan alat bukti yang di peroleh ditingkatkan ke penyidikan dengan penerapan pasal 6 huruf b dan pasal 15 ayat 1 huruf n UU TPKS,” katanya.

Selanjutnya, kata dia, pada pasal 23 UU TPKS, perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar peradilan, kecuali terhadap anak.

Sedangkan, katanya, tersangka MY, sudah dewasa bukan kategori anak di bawah umur.

“Jadi, terlepas ada perdamaian atau tidak perkara berdasarkan hukum Pasal 23 UU TPKS harus dilanjutkan.

Ketika ada pihak yang tidak melanjutkannya adalah melanggar UU dan tidak ada hukum yang mengatakan pelanggaran pasal 6b dan 15 UU TPKS adalah delik aduan yang bisa di cabut kemudian di hentikan perkara, kalau ada di mana dasar hukum nya? UU TPKS memerintahkan lanjutkan perkara tersebut,” katanya.

 

Dikawal

Kepada semua pihak, Ridho berharap dapat mengawal kasus ini secara transparan dan jangan sampai terjadi adanya permainan di belakang oleh oknum manapun.

“Kawal proses hukum agar tidak ada skenario oleh oknum tertentu menghilangkan pasal 6B dan 15 dalam perkara aquo.

Berikan pembelajaran terhadap aligator seksual cegah tindak pidana seksual dengan beri pembelajaran hukum melalui perintah pasal 23 UU TPKS lanjutkan perkara meskipun ada perdamaian,” harapnya.

“Dan diduga di RS TKP oknum dokter tersebut bukan pertama kali melakukan seperti ini, sebelumnya pernah juga oleh oknum yang sama akan tetapi tidak mencuat ke publik.

Selamatkan anak bangsa, lindungi warga negara dari aligator. Tahan tersangka,” jelasnya.

Isu beredar menyebut bahwa TAF telah mencabut kuasanya terhadap Ridho.

Menanggapi itu, Ridho mengklaim sampai dengan hari ini belum ada keterangan lisan yang ia terima dari TAF terkait hal itu.

“Terkait yang katanya pencabutan kuasa itu sampai hari ini saya belum menerima konfirmasi suara dari yang bersangkutan,” jelasnya.

 

Sumber : Detiksumbagsel

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button